Minggu, 31 Mei 2009

“RABIES”

BAB I
PENDAHULUAN


Satwa, seperti halnya manusia, tidak terbebas dari penyakit. Ini berlaku bagi satwa piaraan atau satwa liar yang hidup bebas di alam ataupun dalam kandang, seperti di kebun binatang. Berbagai penyakit dapat ditemukan, dari yang patogen hanya terhadap satwa itu sendiri hingga yang dapat menular ke manusia. Dalam dunia kedokteran dikenal istilah penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari satwa kepada manusia dan sebaliknya. Zoonosis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, parasit (endoparasit atau ektoparasit), serta jamur. Lebih dari 34 jenis penyakit menular yang dikategorikan zoonosis telah diidentifikasi oleh ahli penyakit hewan.

Zoonosis pada hewan domestik
Penyakit zoonosis dapat ditularkan oleh hewan domestik (yang telah dijinakkan dan dikembangbiakkan sebagai hewan ternak atau hewan piaraan) dan oleh satwa liar. Kasus terbaru yang menghebohkan adalah avian influenza, yang penyebarannya melalui unggas.
Kasus yang tidak kalah penting adalah munculnya antraks di daerah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, yang menyerang kambing dan domba. Penyakit antraks menyerang berbagai jenis hewan, seperti sapi, kambing, domba, babi, kuda, kucing, dan burung unta.
Contoh lainnya adalah rabies, salah satu penyakit zoonosis yang sudah dikenal masyarakat dari zaman dulu dan biasa terjadi pada orang yang terkena gigitan anjing yang positif terhadap penyakit ini. Dulu penyakit tersebut menjadi momok bagi masyarakat, terutama di pedesaan, yang populasi anjing liarnya masih sangat banyak.
Zoonosis pada satwa liar
Cara yang paling mudah untuk melihat berbagai jenis satwa liar adalah ke kebun binatang. Di sanalah kemungkinan paling dekat terjadinya penularan penyakit zoonosis kepada manusia. Interaksi terbesar manusia dengan satwa liar akan terjadi karena pengunjung sering kali memberi makan atau menyentuh satwa di dalam kandang atau berpotret bersama satwa yang ada.
Penyakit zoonosis yang dapat ditularkan oleh satwa liar tersebut tidaklah sedikit. Beberapa penyakit zoonosis yang paling umum menyerang satwa liar di antaranya tuberkulosis, streptococcosis, salmonellosis, rabies, leptospirosis, toksoplasmosis, psittaccosis, taeniasis, dipilidiasis, herpes-B, dan hepatitis. Beberapa penyakit itu pernah dilaporkan menyerang satwa liar yang ada di Indonesia.

Mengapa bisa sampai ke manusia?
Banyak faktor dapat memicu penyakit hinggap pada hewan, bahkan satwa liar yang bebas di alam sekalipun, apalagi dalam kondisi terkurung. Penyakit dapat menyerang terutama pada kondisi satwa yang lemah, stres, lingkungan yang kotor, serta perawatan satwa yang kurang baik.
Ada beberapa metode berbeda untuk mengetahui penularan penyakit zoonosis dari satwa kepada manusia. Pada beberapa kasus, penyakit zoonosis ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi dan pada kasus lain dapat dijumpai penularan melalui air minum yang mengandung telur dari parasit yang zoonosis–biasanya pada kasus yang berhubungan dengan cacing pita (taeniasis).
Cara penularan yang lain dapat melalui vektor insekta (serangga), contohnya melalui tungau (flea) atau kutu (tick) yang termakan oleh hewan yang terinfeksi kemudian termakan oleh manusia. Pada prosesnya, serangga tersebut mentransfer organisme infeksius.
Penyakit zoonosis tersebut sering berakibat fatal, baik bagi hewan, satwa itu, maupun bagi manusia. Namun, kita sering tidak mengetahui bahaya yang mengancam apabila terserang penyakit karena terkadang kurang awas dan tidak tahu. Sering kali kita baru menyadari setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, seperti halnya pada kasus toksoplasmosis. Penyakit ini tidak cukup hanya didiagnosis berdasarkan gejala klinis yang muncul, tapi baru dapat dipastikan setelah dilakukan pemeriksaan darah dengan metode yang tepat.
Hewan dan manusia memang sebaiknya tidak hidup berdampingan, terkecuali kita sudah memastikan bahwa hewan tersebut dalam status sehat. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah penyakit zoonosis ini, di antaranya dengan vaksinasi, pemeliharaan yang benar, dan lingkungan hewan itu yang harus selalu terjaga kebersihannya. Untuk satwa liar yang sudah keluar dari habitatnya, seperti di kebun binatang, sebaiknya faktor manusia sebagai pengunjung harus lebih berhati-hati dan tidak gegabah untuk bersentuhan dengan satwa yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Penyakit Gila Anjing atau dikenal dengan nama Rabies merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh Virus Rabies yang bersifat Zoonosis, dengan penularan kepada manusia melalui gigitan anjing,kucing dan kera. Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis baik pada hewan maupun pada manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan rasa cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan.
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal. Penyakit in ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus , famili Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada gigitan binatang. Nama lain rabies ialah hydrophobia, la rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila
Rabies(penyakit anjing gila) adalah
penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing dan kera.
Penyakit Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang menular yang disebakan oleh virus dan dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia.
Pada hewan yang menderita Rabies, virus ditemukan dengan jumlah banyak pada air liurnya. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan . Oleh karena itu bangsa Karnivora (anjing,kucing, serigala) adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar Rabies.
Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian.

B. Etiologi
Virus rabies merupakan prototipe dari genus Lysa-virus dari famili Rhabdoviridae. Dari genus ada 11 jenis virus yang secara antigenik mirip virus rabies dan menginfeksi manusia adalah virus rabies, Mokola, Duvenhage dan European bat lyssa-virus. Virus rabies termasuk golongan virus RNA. Virus berbentuk peluru dengan ukuran 180 x 75 nm, single stranded RNA, terdiri dari kombinasi nukleo-protein yang berbentuk koil heliks yang tersusun dari fosfoprotein dan polimerasi RNA. Selubung virus terdiri dari lipid, protein matriks dan glikoprotein. Glikoprotein berperan dalam proses melekatnya virus pada sel yang rentan, serta mengandung antigen yang membentuk serum neutralizing antibodi yang memberikan proteksi terhadap virus rabies. Selain itu, spesifisitas antigenik virus itu sendiri juga berlokasi di glikoprotein tersebut. Ini berarti bahwa perbedaan antigen antara virus rabies klasik dan rabies related virus berasosiasi dengan spikesnya. Virus rabies inaktif pada pemanasan dengan temperature 56 derajat celcius waktu paruh kurang dari menit, dan pada kondisi lembab pada temperature 37 derajat celcius dapat bertahan beberapa jam. Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun, etanol 45 %, solusi jodium. Virus rabies dan virus lain yang sekeluarga dengan rabies diklasifikasikan menjadi 6 genotipe. Rabies merupakan genotipe 1, Mokola genotipe 3, Duvenhage genotipe 4, dan European bat lyssa-virus genotipe 5 dan 6.
Virus rabies
Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.
Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.
Meskipun sangat jarang trjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa dimana banyak terdapat kelelawar.

C. Transmisi
Infeksi terjadi biasanya melalui kontak dengan binatang seperti anjing, kucing, kera, serigala, kelelawar, dan ditularkan pada manusia melalui gigitan binatang atau kontak virus (saliva binatang) dengan luka pada host ataupun melalui membrane mukosa. Kulit yang utuh merupakan barier pertahanan terhadap infeksi. Transmisi dari manusia ke manusia belum pernah dilaporkan. Infeksi rabies pada manusia terjadi dengan masuknya virus lewat luka pada kulit (garukan, lecet, luka robek) atau mukosa. Paling sering infeksi terjadi melalui gigitan anjing, tetapi bisa juga melalui gigitan kucing, kera, atau binatang lainnya yang terinfeksi (serigala, musang, kelelawar). Cara infeksi yang lain adalah melalui inhalasi dimana dilaporkan terjadinya infeksi rabies pada orang yang mengunjungi gua kelelawar tanpa ada gigitan. Dapat pula kontak virus rabies pada kecelakaan kerja di laboratorium, atau akibat vaksinasi dari virus rabies yang masih hidup. Terjangkitnya infeksi rabies juga dilaporkan pada tindakan transplantasi kornea dari donor yang mungkin terinfeksi rabies.

D. Patogenesis dan Patofisiologi
Setelah virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia, selama 2 minggu virus menetap pada tempat masuk dan di jaringan otot di dekatnya virus berkembang biak atau langsung mencapai ujung-ujung serabut saraf perifer tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Selubung virus menjadi satu dengan membran plasma dan protein ribonukleus dan memasuki sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-kolin post-sinaptik pada neuromuscular junction di susunan saraf pusat (SPP). Dari saraf perifer virus menyebar secara sentripetal melalui endoneurium sel-sel Schwan dan melalui aliran aksoplasma mencapai ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak. Selanjutnya virus akan menyebar dengan kecepatan 3 mm/jam ke susunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak) melalui cairan serebrospinal. Di otak virus menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam semua bagian neuron, kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk serabut saraf otonom, otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal (medulla), medulla, ginjal, mata, pankreas. Pada tahap berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air susu dan urin. Pada manusia hanya dijumpai kelainan pada midbrain dan medulla spinalis pada rabies tipe furious (buas) dan pada medulla spinalis pada tipe paralitik. Perubahan patologi berupa degenerasi sel ganglion, infiltrasi sel mononuclear dan perivaskuler, neuronofagia, dan pembentukan nodul pada glia pada otak dan medula spinalis.

E. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise umum, mual dan rasa nyeri di tengah tenggorok selama beberapa hari, selain itu pasien juga merasa nyeri, rasa panas disertai semutan pada tempat luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik atau yang dinamakan stimulus-sensitive myoclonus. Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala-gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa bervariasi antara 7 hari-7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek daripada orang dewasa. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke system saraf pusat), derajat patogenitas virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu: gejala prodromal non-spesifik, ensefalitis akut, disfungsi batang otak, koma dan kematian.
a. Stadium Prodormal
Berlangsung 1-4 hari dan biasanya tidak didapatkan gejala spesifik. Umumnya disertai gejala respirasi atau abdominal yang ditandai oleh demam, menggigil, batuk, nyeri menelan, nyeri perut, sakit kepala, malaise, mialgia, mual, muntah, diare dan nafsu makan menurun. Gejala yang lebih spesifik yaitu adanya gatal dan parestesia pada luka bekas gigitan yang sudah sembuh (50%). Stadium ini dapat berlangsung sampai 10 hari, kemudian penyakit akan memasuki gejala neurologik akut yang dapat berupa furious atau paralitik. Mioedema dijumpai pada stadium prodormal dan menetap selama perjalanan penyakit ¹.
b. Stadium Neurologi Akut
Berupa gejala furious atau paralitik. Pada gejala furious penderita menjadi hiperaktif, disorientasi, mengalami halusinasi, atau bertingkah laku aneh. Setelah beberapa jam-hari gejala hiperaktif menjadi intermiten setiap 1-5 menit berupa periode agitasi, ingin lari, menggigit diselingi periode tenang. Keadaan hiperaktif terjadi karena rangsangan dari luar seperti suara, cahaya, tiupan udara dan rangsangan lainnya yang menimbulkan kejang sehingga timbul bermacam-macam fobia terhadap berbagai macam rangsangan tersebut Tanda-tanda klinis lain dapat berupa hiperaktifitas, halusinasi, gangguan kepribadian, meningismus, lesi saraf kranialis, fasikulasi otot dan gerakan-gerakan involunter, fluktuasi suhu badan, dilatasi pupil ¹.
c. Stadium Koma
Apabila tidak terjadi kematian pada stadium neurologik, penderita dapat mengalami koma. Koma dapat terjadi dalam 10 hari setelah gejala rabies tampak dan dapat berlangsung hanya beberapa jam sampai berbulan-bulan tergantung dari penanganan intensif. Pada penderita yang tidak ditangani, penderita dapat segera meninggal setelah terjadi koma
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala atau tempat yang tertutup celana pendek atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).
Sesudah
masa tunas / inkubasi selama 10 hari sampai dengan 7 bulan, orang yang tertular dapat mengalami / menderita penyakit ini dengan gejala-gejala sebagai berikut :
· Diawali dengan
demam ringan atau sedang, sakit kepala, tak nafsu makan, lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (anjing/binatang liar tsb).
· Gejala di atas kemudian dengan cepat diikuti
hiperestesi dan hipereksitasi mental serta neuromuskular, diikuti dengan kaku kuduk dan kejang-kejang otot-otot yang berfungsi dalam proses menelan dan pernafasan. Sedikit rangsangan berupa cahaya, suara, bau ataupun sedikit cairan dapat menimbulkan reflex kejang-kejang tersebut.
· Keadaan tersebut selanjutnya berkembang menjadi kekejangan umum dan kematianpun umumnya terjadi pada tahap ini.
Tanda-Tanda Penyakit Rabies Pada Hewan Dan Manusia
Pada anjing dan kucing, penyakit Rabies dibedakan menjadi 2 bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas (Furious Rabies).
1. Tanda - tanda Rabies bentuk diam :
· Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh.
· Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes berlebihan.
· Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan mati dalam beberapa jam.
2. Tanda-tanda Rabies bentuk ganas:
· Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya.
· Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak.
· Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya .
· Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam.
Tanda-Tanda Rabies Pada Manusia :
· Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara.
· Airmata dan air liur keluar berlebihan .
· Pupil mata membesar.
· Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan.
· Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.


F. Diagnosis
Virus rabies dapat disimpan pada suhu -20˚C (freezer) dalam bentuk otak mencit segar yang direndam dalam Dulbecco’s modified eagle medium (DMEM) yang mengandung 2% foetal bovine serum (FBS) serta dalam bentuk supernatan. Tersedianya control virus positif rabies galur CVS, pemeriksaan dengan metode FAT harus dilakukan seakurat mungkin dengan memperhatikan prosedur kerja yang benar yaitu tekhnik pembuatan ulas, pencucian, pemakaian kontrol virus rabies positif dan kontrol rabies negative.

G. Penanganan dan Pengobatan

Tindakan Terhadap Hewan Yang Menggigit
Anjing, kucing dan kera yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita Rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :
a. Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya , maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif Rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi Rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya.
b. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan , setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi Rabies.
c. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Tindakan Terhadap Orang Yang Digigit (Korban)
a. Segera cuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun atau detergen selama 5 - 10 menit kemudian bilas dengan air yang mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih atau kertas tissue.
b. Luka kemudian diberi obat luka yang tersedia (misalnya obat merah) lalu dibalut longgar dengan pembalut yang bersih.
c. Penderita atau korban secepatnya dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
Tindakan Terhadap Anjing , Kucing, atau Kera Yang Dipelihara
a. Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya.
b. Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik , pemeliharaan yang baik dan melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek.
c. Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan.

Pemberian vaksin anti rabies (VAR) atau VAR disertai dengan serum anti rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan mempertimbangkan hasil-hasil penemuan di bawah ini:
a. Anamnesis:- kontak/jilatan/gigitan - kejadian di daerah tertular/terancam/bebas - didahului tindakan provokatif/tidak - hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies - hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies - penderita luka gigitan pernah di VAR, kapan ? - hewan yang menggigit pernah di VAR, kapan ?
b. Pemeriksaan fisik:- identifikasi luka gigitan (status lokalis)
c. Lain-lain: - temuan pada waktu observasi hewan - hasil pemeriksaan spesimen dari hewan - petunjuk WHO

Jika ada indikasi pengobatan Pasteur, terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi atau ekskoriasi), luka kecil di sekitar tangan, badan dan kaki. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya adalah jilatan atau luka pada mukosa, luka di atas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan atau kaki, genetalia, luka yang lebar atau dalam dan luka yang banyak (multipel)
Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka atau hewan rabies atau penderita rabies) tapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, tidak perlu diberikan pengobatan. Kontak dengan air liur pada kulit luka yang tidak berbahaya, diberikan VAR. Sementara untuk kulit dengan luka berbahaya diberikan VAR dan SAR.
Sementara itu, perawatan rabies pada manusia bisa dilakukan, antara lain:
a. Penderita dirujuk ke Rumah Sakit
b. Sebelum dirujuk, penderita di infus dengan cairan Ringer Laktat (NACl 0,9%) atau cairan infus lainnya, jika perlu diberikan anti konvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi selama perjalanan. Waspada terhadap tindak-tanduk penderita yang tidak rasional, kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif.
c. Di rumah sakit, penderita harus dirawat di ruang isolasi.
d. Tindakan medik dan pemberian obat-obat simptomatis dan supportif termasuk anti biotik bila diperlukan.
e. Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, sewaktu menangani kasus rabies pada manusia, dokter, paramedis, anggota keluarga memakai sarung tangan, kaca mata dan masker, serta sebaiknya dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidur.

Jadi, virus rabies dapat ditangkal dengan melakukan vaksinasi seperti vaksin Rab Avert. Pada manusia, vaksin ini rutin diberikan kepada orang-orang yang pekerjaannya beresiko tinggi seperti dokter hewan, pawang binatang, peneliti khusus hewan dan lainnya. Orang yang akan bepergian ke daerah-daerah yang dianggap beresiko tinggi dianjurkan untuk mendapat vaksin ini sebelum bepergian. Untuk orang yang tiba-tiba digigit atau dicakar hewan pembawa virus rabies ini akan mendapat serangkaian vaksinasi Human Deploid Cell dan Human Rabies Immune Globulin.
Karena anjing, kucing dan musang dan terinfeksi virus rabies, hal terpenting adalah mencegah kuman rabies masuk ke dalam tubuh dengan memberikan vaksinasi kepada hewan-hewan peliharaan yang tinggal bersama kita. Kita juga harus melaporkan hewan-hewan liar yang berkeliaran di sekitar lingkungan rumah kepada pihak yang berwenang. Untuk itu, jangan sembarangan membiarkan anak anda untuk menyentuh, membelai-belai atau memberi makan hewan yang ditemuinya di jalan.
Jika seorang anak tergigit hewan, cepat cuci area yang terluka dengan sabun dan air selama sepuluh menit dan tutup lukanya dengan plester. Lalu pergi ke dokter terdekat untuk mengetahui apakah terkena infeksi rabies atau tidak. Hal lain yang dapat dilakukan adalah memberitahukan pihak yang berwenang mengurus hewan-hewan liar, untuk menangkapnya agar dilakukan pemeriksaan terhadap hewan itu, apakah membawa virus rabies atau tidak.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk pencegahan dan pemberantasan rabies adalah:
a. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa atau Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
b. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
c. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
d. Pemilik anjing wajib untuk menvaksinasi rabies.
e. Anjing liar atau anjing yang diliarkan harus segera dilaporkan kepada petugas Dinas Peternakan atau Pos Kesehatan Hewan untuk diberantas / dimusnahkan.
f. Kurangi sumber makanan di tempat terbuka Untuk mengurangi anjing liar atau anjing yang diliarkan.
g. Daerah yang terbebas dari penyakit rabies, harus mencegah masuknya anjing, kucing, kera dan hewan sejenisnya dari daerah tertular rabies.
h. Masyarakat harus waspada terhadap anjing yang diliarkan dan segera melaporkannya kepada Petugas Dinas Peternakan atau Posko Rabies.


Biasanya, binatang pembawa rabies akan mempunyai gejala, seperti hewan menjadi garang atau ganas (furious rabies) atau hewan menjadi tenang (dum rabies ). Penanganannya:
a. Hewan yang telah menggigit manusia harus diusahakan tertangkap dan jangan dibunuh, laporkan kepada petugas Dinas Peternakan, Pos Kesehatan Hewan atau diserahkan langsung kepada Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan observasi selama 14 hari.
b. Hewan yang telah menggigit manusia dan tertangkap tetapi terpaksa dibunuh atau mati, kepalanya harus diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat sebagai bahan pemeriksaan laboratorium.
Ada juga beberapa tips yang bisa dilakukan, jika kita terkena gigitan hewan:
a. Kompres dengan es
Gigitan nyamuk bisa dirawat dengan kompres es, menurut seorang dokter. Ia mengatakan, es mengurangi bengkak yang terjadi dan menghilangkan rasa sakit dan gatal. Ia menyarankan mengompres gigitan itu selama 20 menit setiap beberapa jam. Saran yang sama juga berlaku bagi gigitan laba-laba yang tidak beracun, yang juga bisa menyebabkan gatal.
b. Coba cara klasik
Waktu kecil, biasanya ibu anda menggunakan cairan kalamin untuk menyembuhkan gatal akibat gigitan nyamuk. Obat ini itu banyak dijual di toko
dan lebih ekonomis dibanding hidrokortison.
c. Obat anti histamin
Obat umum yang mengandung anti histamin juga bisa mengobati bekas gigitan yang gatal, karena gatal adalah reaksi alergi ringan. Anti histamin yang merupakan obat anti alergi ini tentu saja tidak boleh digunakan orang yang sensitif, wanita hamil, orang yang alergi pada bahan obat ini, atau orang yang obatnya bertentangan dengan obat ini. Tanyalah dokter atau apoteker terlebih dahulu bila anda tidak yakin.
d. Kenali tanda-tanda reaksi parah
Gigitan laba-laba beracun bisa menyebabkan reaksi alergi yang parah, sehingga anda perlu hati-hati mengenali reaksi alerginya sebelum terlambat. Tanda-tanda anafilaksis atau reaksi alergi yang parah ialah: sulit bernafas, bentol-bentol di seluruh badan, dan kehilangan kesadaran. Orang yang mengalami tanda-tanda ini harus secepatnya dibawa ke rumah sakit. Dokter biasanya merawat pasien anafilaksis dengan menggunakan steroid, adrenalin, dan antihistamin.
e. Jangan panik bila tergigit kutu busuk
Penyakit 'lyme' yang diakibatkan oleh kutu busuk dan bisa menyebabkan demam, kedinginan, sakit kepala, dan komplikasi lain baru-baru ini mendapatkan banyak perhatian. Tetapi tidak semua kutu busuk mengakibatkan penyakit ini dan tidak semua kutu busuk yang mengakibatkan lyme akan menularkannya kepada anda bila tergigit. Biasanya, seekor kutu busuk harus berada di kulit selama 24 sampai 48 jam agar bisa memindahkan organisme yang menyebabkan penyakit lyme itu. Sebaiknya anda memeriksa diri setiap hari bila anda berada di tempat yang mungkin didiami kutu-busuk. Jika anda mengambil kutu ini dari kulit anda (dengan menggunakan petunjuk berikut), anda disarankan mengawetkannya di botol kecil berisi alkohol, sehingga bila infeksi yang mencurigakan berkembang, kutu itu bisa diteliti terhadap kemungkinan membawa penyakit lyme. Anda tidak perlu menemui dokter kecuali menderita bengkak atau merah-merah di sekitar gigitan (tanda infeksi), gatal-gatal berbentuk lingkaran (biasanya gejala penyakit lyme ), demam, atau gatal-gatal pada kulit.
f. Ambil kutu busuk dengan hati-hati
Untuk mengambil kutu busuk dari kulit anda, jepit bagian mulut serangga ini dengan jepitan sedekat mungkin ke kulit anda, lalu pelan-pelan angkat lurus ke atas. Jangan mencoba menjepit bagian badan atau kepala, karena bagian ini bisa putus dan mulutnya tertinggal di bawah kulit anda. Gunakan penjepit tadi untuk menghilangkan bagian-bagian lain dari kutu itu lalu sapukan antiseptik, seperti alkohol atau salep antibiotik, ke bekas gigitan.
g. Hentikan perdarahan
Jika gigitan binatang menyebabkan perdarahan hebat, tekan daerah itu dengan telapak tangan. Jika lukanya besar, ikatkan sapu tangan, handuk, atau t-shirt erat-erat di sekitar daerah luka untuk memberi tekanan pada daerah tersebut (tidak terlalu erat sehingga menghalangi sirkulasi). Jangan gerakkan daerah tersebut. Bila gigitan itu terdapat pada bagian kaki, angkat kaki sehingga berada di atas lokasi jantung. Temui dokter secepatnya.
Jangan merawat lubang gigitan seperti sebuah goresan. Sebuah gigitan yang meninggalkan goresan tetapi tidak menembus kulit bisa langsung dicuci dengan sabun dan air, lalu diolesi dengan krim antibiotik atau salep. Tidak demikian untuk gigitan yang menembus atau melubangi kulit. Jenis ini memerlukan perawatan dokter. Anda perlu melihat apakah binatang itu sakit atau tidak. Perhatikan binatang itu. Pada binatang liar, jika ia diam saja (misalnya anda bisa mendekati seekor tupai dan memberinya makanan), maka pasti ada sesuatu pada binatang itu. Binatang itu sakit. Anda bisa menghubungi dokter atau dokter hewan untuk memastikan apakah ada wabah rabies pada binatang rumah atau liar di daerah anda.
h. Dapatkan suntikan anti tetanus
Jika anda tergigit binatang liar atau binatang peliharaan dan gigitan itu menembus kulit, anda disarankan menemui dokter untuk mengetahui apakah anda perlu suntikan anti tetanus atau tidak (biasanya tergantung pada jenis luka dan waktu suntikan tetanus terakhir anda). Gigitan hewan dan manusia mudah sekali terinfeksi karena semua makhluk ini memiliki banyak bakteri yang hidup di mulutnya. Juga perlu diperhatikan tanda-tanda infeksi, seperti bengkak dan warna merah.
i. Jangan tergigit
Mungkin jalan terbaik untuk merawat gigitan adalah, sebelum tergigit, hindari binatang liar walaupun mendekat pada anda dan jangan menyentuh ular, laba-laba, lebah dan apapun yang kelihatannya membahayakan. Kebanyakan binatang dan serangga tidak akan menyerang jika tidak diganggu. Binatang yang kelihatannya jinak pun, seperti tupai, bisa membawa kutu yang menimbulkan penyakit. Obat anti serangga juga bisa menghindarkan anda dari
gigitan bila anda lama berada di luar rumah.
j. Kenali fauna di daerah anda
Kenali fauna yang hidup di daerah anda, sehingga anda tahu apa yang perlu dihindari. Misalnya, anda hidup di daerah yang terdapat wabah rabies pada binatang peliharaan. Juga, anda perlu tahu apakah ada ular, laba-laba beracun maupun kalajengking yang hidup di sekitar anda.

Himbuan Kepada Masyarakat
Bantulah Petugas Dinas Peternakan dalam menekan jumlah anjing/kucing liar atau yang tidak bertuan dilingkungan/tempat tinggal masing-masing.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Penyakit zoonosis yang dapat ditularkan oleh satwa liar tersebut tidaklah sedikit. Beberapa penyakit zoonosis yang paling umum menyerang satwa liar di antaranya tuberkulosis, streptococcosis, salmonellosis, rabies, leptospirosis, toksoplasmosis, psittaccosis, taeniasis, dipilidiasis, herpes-B, dan hepatitis.
2. Penyakit Gila Anjing atau dikenal dengan nama Rabies merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh Virus Rabies yang bersifat Zoonosis, dengan penularan kepada manusia melalui gigitan anjing,kucing dan kera.
3. Virus rabies terdapat dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
4. Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala atau tempat yang tertutup celana pendek atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.
5. Perjalanan penyakit Rabies pada anjing dan kucing dibagi dalam 3 fase (tahap):
a. Fase Prodormal
b. Fase Eksitasi
c. Fase Paralisa
6. Bila seseorang menderita rabies tindakan yang pertama kali adalah :
· Mencari luka gigitan secepatnya dengan sabun atau deterjen selama 10-15 menit.
· Kemudian luka dicuci dengan air bersih dan diberi alcohol 70% atau yodium tincture.
· Penderita segera di bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekatDAFTAR PUSTAKA



http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/28/nrs,20040328-02,id.html

http://www.anjingkita.com/wmview.php?ArtID=754

http://portalkomunikasi.jabarprov.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=197&Itemid=1

http://www.geocities.com/mitra_sejati_2000/rabies.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Rabies

http://209.85.175.104/search?q=cache:LRCI4dOc4yoJ:fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php%3FattId%3D1207%26page%3DTriana%2520Amalia+definisi+rabies&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id

"Gigantisme"

BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar hipofisis merupakan struktur kompleks pada dasar otak, terletak dalam sela tursika, di rongga dinding tulang sphenoid dan terbentuk sejak awal perkembangan embrional dari penyatuan dua tonjolanektodrmal yang berongga. Kantung Rathke, suatu invaginasi dari atap daerah mulut primitive yang meluas ke atas menuju dasr otak dan bersatu dengan tonjolan dasar ventrikel ketiga yang akan menjadi neurohipofisis. Kelenjar hipofisis manusia dewasa terdiri dari lobus posterior atau neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus, dan lobus anterior atau adenohipofisis yang berhubungan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofisis. Suatu struktur vascular, yaitu system portal hipotalamo-hipofisis, juga menghubungkan hipotalamus dengan bagian anterior kelenjar hipofisis. Melalui system vaskular ini hormone pelepasan dari hipotalamus dapat mencapai sel-sel kelenjar hipofisis untuk mempermudah pelepasan hormone.
Bagian anterior kelenjar hipofisis mempunyai banyak fungsi dan karena memiliki kemampuan dalam mengatur fungsi-fungsi dari kelenjar endokrin lain, maka bagian anterior kelenjar hipofisis ini dikenal juga dengan nama kelenjar utama (master gland). Sel-sel hipofisis anterior merupakan sel-sel yang khusus menyekresi hormone-hormon tertentu. Tujuh macam hormone dan peranan metabolik fisiologinya telah diketahui g\dengan baik. Hormone-hormon tersebut adalah adenocorticotropic hormone (ACTH), melanocyte-stimulating hormone (MSH), thyroid-stimylating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), growth hormone (GH), dan prolactin (PRL). Bebrapa hormone ini (ACTH, MSH, GH dan prolaktin) merupakan polipeptida, sedangkan hormone yang lainnya (TSH, FSH, dan LH) merupakan gllikoprotein. Penelitian morfologis menemukan bahwa setiap hormone disintesis oleh satu jenis sel tertentu. Dapat dikatakan bahwa bagian anterior kelenjar hipofisis sesungguhnya merupakan gabungan dari beberapa kelenjar yang berdiri sendiri-sendiri, yang semuanya berada di bawah pengawasan hipotalamus.
Lobus posterior kelenjar hipofisis atau neurohipofisis terutama berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan. Vasopressin atau hormone antidiuretik (ADH) terutama disintesis dalam nucleus supraoptik dan paraventrikular hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis.
GH, prolaktin dan MSH mempunyai pengaruh metabolic langsung pada jaringan sasaran. Sebaliknya ACTH, TSH, FSH, dan LH fungsi utamanya adalah mengatur sekresi kelenjar-kelenjar endokrin lainnya, karena itu dikenal sebagai hormone-hormon tropik,
GH atau somatotropin mempunyai pengaruh metabolic utama, baik pada anak-anak …………………….
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gigantisme
1. Pengertian Gigantisme
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar yang diatas normal. Gigantisme disebabkan oleh kelebihan jumlah
hormon pertumbuhan. Tidak terdapat definisi tinggi yang merujukan orang sebagai "raksasa." tinggi dewasa.
2. Penyebab Gigantisme
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone pertumbuhan.
3. Ciri-ciri gigantisme
Manusia dikatakan berperawakan raksasa (gigantisme) apabila tinggi badan mencapai dua meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi hingga mencapai 2 meter atau lebih dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjdi karena jaringan lunak seperti otot dan lainnya tetap tumbuh. gigantisme dapat disertai gangguan penglihatan bila tumor membesar hingga menekan khiasma optikum yang merupakan jalur saraf mata. Ciri-ciri manusia Gigantisme dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. manusia gigantisme
4. Gigantisme dan Akromegali
Gigantisme adalah suatu kelainan yang disebabkan karena sekresi yang berlebih dari GH, bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien sangat cepat akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan somatic selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. kelebihan hormone pertumbuhan ini terjadi setelah masa pertumbuhan lewat atau lempeng epifisis menutup. Hal ini akan menimbulkan penebalan tulang terutama pada tulang akral tanpa diikuti pertumbuhan jaringan lunak disekitarnya yang disebut akromegali. Penebalan tulang terutama pada wajah dan anggota gerak. Akibat penonjolan tulang rahang dan pipi, bentuk wajah menjadi kasar secara perlahan dan tampak seperti monyet.
Tangan dan kaki membesar dan jari-jari tangan kaki dan tangan sangat menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih besar, tetapi bentuknya akan makin menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar dan lebih lebar, dan penderita menceritakan mereka harus mengubah ukuran sepatunya. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak. Sering terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh jaringan yang menebal. Dan karena hormone pertumbuhan mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting tubuh, penderita sering mengalami problem metabolisme termasuk diabetes mellitus.
Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada inspeksi. Raut wajah menajdi makin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke depan) dan gigi-geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara.
Deformitas tulang belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan perubahan fisologik lengkung tulang belakang. Pemeriksaan radiografik tengkorak pasien akromegali mnunjukkan perubahan khas disertai pembesaran sinus paranasalis, penebalan kalvarium, deformitas mandibula (yang menyerupai bumerang), dan yang paling penting ialah penebalan dan destruksi sela tursika yang menimbulkan dugaan adanya tumor hipofisis.
Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai hemianopsia bitemporal akibat penyebaran supraseral tumor tersebut, dan penekanan kiasma optikum.
Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi dan juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien, akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan. CT scan dan MRI pada sela tursika memperlihatkan mikroadonema hipofisis, serta makroadonema yang meluas ke luar sel mencakup juga sisterna di atas sela, dan daerah sekitar sela, atau sinus sphenoid.




5. Pengobatan Gigantisme dan Akromegali
Pengobatan akromegali atau gigantisme lebih kompleks. Iradiasi hipofisis, pembedahan kelenjar hipofisis untuk mengangkat tumor hipofisis, atau kombinasi keduanya, dapat mengakibatkan penurunan atau perbaikan penyakit. Pengobatan medis dengan menggunakan ocreotide, suatu analog somatostatin, juga tersedia. Ocreotide dapat menurunkan supresi kadar GH dan IGF-1, mengecilkan ukuran tumor, dan memperbaiki gambaran klinis.
Terapi yang paling tepat untuk kelebihan hormone pertumbuhan tak lain adalah pengangkatan tumor pada hipofisis sedini mungkin untuk mencegah efek negative darinya.

B. Kretinisme
1. Pengertian Kretinisme
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak-kanak.

2. Penyebab Kretinisme
Kretinisme yaitu perawakan pendek akibat kurangnya hormone tiroid dalam tubuh. Hormone tiroid diproduksi oleh kelenjar tiroid (gondok) terutama sel folikel tiroid. Penyebab paling sering dari kekurangan hormone tiroid adalah akibat kurangnya bahan baku pembuat. Bahan baku terpenting untuk produksi hormone tiroid adalah yodium yang biasanya terdapat pada garam yang beryodium. Kretinisme dapat terjadi bila kekurangan berat unsur yodium terjadi selama masa kehamilan hingga tiga tahun pertama kehidupan bayi. Hormone tiroid bekerja sebagai penentu utama laju metabolic tubuh keseluruhan, pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta fungsi saraf. Sebenarnya gangguan pertumbuhan timbul karena kadar tiroid yang rendah mempengaruhi produksi hormone pertumbuhan, hanya saja ditambah gangguan lain terutama pada susunan saraf pusat dan saraf perifer. Bila kurangnya hormone tiroid terjadi sejak janin, maka gejalanya adalah Defisiensi mental (IQ rendah) disertai salah satu gejala atau keduanya yaitu:
· gangguan pendengaran (kedua telinga dan nada tinggi) dan gangguan wicara, gangguan cara berjalan (seperti orang kelimpungan) ,mata juling, cara berjalan yang khas, kurangnya massa tulang, terlambatnya perkembangan masa pubertas dll.
· cebol dan hipotiroidisme.
Bila kekurangan hormone tiroid akibat kurangnya yodium terjadi pada masa kanak-kanak atau masa pertumbuhan, maka hanya terjadi perawakan yang pendek tanpa retardasi mental. Penderita biasanya kurus dan mukanya tetap menua sesuai umur disertai cara berjalan yang khas.
Kekurangan hormone tiroid dapat menyebabkan perawakan pendek tetapi kelebihan hormone tiroid tidak menambahn tinggi badan tetapi menyebabkan penyakit lain yaitu hipertiroidisme.
Penyakit lain yang mirip dengan kretinisme adalah mongolisme dan kekurangan hormon tiroid akibat kurangnya hormon perangsang kelenjar tersebut (TSH-thyroid stimulating hormone). TSH diproduksi oleh kelenjar hipofisis. Bedanya, pada mongolisme, ditemukan kelainan genetik yang menjadi penyebabnya. Hormon tiroid pada penderitanya tetap normal. Kekurangan hormon TSH dapat diketahui dari pemeriksaan kadar hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis.
Perawakan pendek juga dapat disebabkan oleh factor di luar hormonal diatas yaitu :
a. Sindrom Acushing
b. Pseudihipoparatiroidisme
c. Perawakan pendek konstitusional
d. Perawakan pendek genetic
e. Retardasi pertumbuhan dalam janin
f. Sindroma-sindroma dengan salah satu gejala perawakan pendek misalnya sindroma turner dll
g. Penyakit-penyakit kronis yang menyebabkan malnutrisi dalam perkembangan penyakitnya.

3. Ciri-ciri Kretinisme
Ciri-ciri penderita kretinisme sangat khas. Cirinya antara lain bentuk tubuhnya pendek dengan proporsi yang tak normal. Ciri lainnya adalah lidahnya besar dan lebar, pangkal hidungnya datar, rambutnya kasar dan kering, kulitnya kusam, serta otot-ototnya lembek. Anak-anak penderita kretin ini biasanya mengalami gangguan pencernaan, pendengaran, dan kemampuan berbicara. Bila kelainan ini terjadi sebelum usia dua tahun, biasanya anak mengalami keterbelakangan mental untuk selamanya. Bila munculnya kelainan ini pada umur setelah dua tahun, anak hanya mengalami kelambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik. Selain itu, bila tulang diperiksa dengan rontgen, pada anak kretin ditemukan kelainan yang sangat khas, yaitu umur tulang lebih muda daripada umur yang seharusnya. Ditambah lagi, pertumbuhan tulang tungkai terganggu.
4. Pengobatan Kretinisme
Kelainan ini diobati dengan pemberian hormon tiroid. Hormon diberikan tiap hari secara terus-menerus. Bila kelainan muncul sebelum usia dua tahun, pengobatan ini tak dapat memperbaiki keterbelakangan mental yang ditimbulkannya.

C. Pengaruh gigantisme dan kretinisme dalam kehidupan sehari-hari

Terlepas dari postur tubuh yang cebol ataupun raksasa, mereka dapat berfungsi dan memiliki keturunan layaknya manusia pada umumnya kecuali pada kretinisme dengan retardasi mental yang kurang dapat berfungsi normal. Perawakan yang pendek maupun tinggi berlebih ini tidak diturunkan kecuali yang terkait genetic. Sehingga bila asupan bahan baku cukup dan tidak ada tumor pada hipofisis maka diharapkan keturunan yang dihasilkan akan normal-normal saja. (Hygiena Kumala Suci).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Gigantisme adalah kondisi seseorang yang kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar yang diatas normal. Gigantisme disebabkan oleh kelebihan jumlah
hormon pertumbuhan.
2. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi hingga mencapai 2 meter atau lebih dengan proporsi tubuh yang normal.
3. Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak-kanak.
4. Kretinisme yaitu perawakan pendek akibat kurangnya hormone tiroid dalam tubuh. Hormone tiroid diproduksi oleh kelenjar tiroid (gondok) terutama sel folikel tiroid. Penyebab paling sering dari kekurangan hormone tiroid adalah akibat kurangnya bahan baku pembuat.
5. Cirin kretinisme antara lain bentuk tubuhnya pendek dengan proporsi yang tak normal. Ciri lainnya adalah lidahnya besar dan lebar, pangkal hidungnya datar, rambutnya kasar dan kering, kulitnya kusam, serta otot-ototnya lembek. Anak-anak penderita kretin ini biasanya mengalami gangguan pencernaan, pendengaran, dan kemampuan berbicara.
6. Terlepas dari postur tubuh yang cebol ataupun raksasa, mereka dapat berfungsi dan memiliki keturunan layaknya manusia pada umumnya kecuali pada kretinisme dengan retardasi mental yang kurang dapat berfungsi normal.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
http://202.155.15.208/suplemen/indeks_suplemen.asp?PageIndex=5&mid=2&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=190

http://www.purwakarta.go.id/tahu.php?beritaID=52
http://id.wikipedia.org/wiki/Gigantisme

“SKOLIOSIS”

BAB I
PENDAHULUAN


Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun lumbal (pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).
Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami skoliosis; 40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Scoliosis adalah kira-kira dua kali lebih umum pada anak-anak perempuan daripada anak-anak lelaki. Ia dapat dilihat pada semua umur, namun ia adalah lebih umum pada mereka yang lebih dari 10 tahun umurnya. Scoliosis adalah turunan atau warisan dimana orang-orang dengan scoliosis adalah lebih mungkin mempunyai anak-anak dengan scoliosis; bagaimanapun, tidak ada korelasi antara keparahan dari lekukan dari satu generasi ke generasi berikutnya.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan skoliosis ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh sesungguhnya terjadi perubahan yang luarbiasa pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan sturktur penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya[1] dan struktur lainnya (Rahayussalim, 2007). Skoliosis ini biasanya membentuk kurva “C” atau kurva “S”.
Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).
Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral. Scoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang abnormal dari spine (tulang belakang). Spine mempunyai lekukan-lekukan yang normal ketika dilihat dari samping, namun ia harus nampak lurus ketika dilihat dari depan. Kyphosis adalah suatu lekukan yang dilihat dari sisi dimana spine bengkok kedepan (maju). Lordosis adalah suatu lekukan yang dilihat dari sisi dimana spine bengkok kebelakang. Orang-orang dengan scoliosis mengembangkan lekukan-lekukan tambahan ke setiap sisi, dan tulang-tulang dari spine melingkar pada masing-masing seperti sebuah pencabut sumbat botol (corkscrew).
Scoliosis adalah sebuah kondisi lengkungan ke samping pada tulang belakang yang dapat merusak ruas-ruas tulang belakang kebanyakan anak-anak, remaja dan orang dewasa. Tulang belakang manusia mempunyai banyak keistimewaan lengkungan-lengkungan alami yang membantu tubuh kita untuk bergerak dan menjadi fleksibel. Pada umumnya Scoliosis dibagi atas dua kategori diantaranya adalah Scoliosis Struktural dan Non Struktural.
Scoliosis Struktural : Suatu kurvatura lateral spine yang irreversible dengan rotasi vertebra yang menetap. Rotasi vertebra terbesar terjadi pada apex. Jika kurva bertambah maka rotasi juga bertambah. Rotasi ini menyebabkan saat foward bending costa menonjol membentuk hump di sisi convex.Sebaliknya dada lebih menonjol di sisi concav. Scoliosis struktural tidak dapat dikoreksi dengan posisi atau usaha penderita sendiri.

B. Etiologi
Pada artikel yang ditulis oleh Norlaila H. Jamaluddin (Jamaluddin, 2007), Dr Siow menyatakan bahwa skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan bukan struktural.
Skoliosis bukan struktural disebabkan oleh :
1. Tabiat yang tidak baik seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu saja (menyebabkan sebelah bahu menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus (seperti selalu membongkok atau badan tidak seimbang).
2. Kaki tidak sama panjang.
3. Kesakitan, contohnya disebabkan masalah sakit yang dirasakan di belakang dan sisi luar paha, betis dan kaki akibat kemerosotan atau kerusakan cakera di antara tulang vertebra dan menekan saraf.
Skoliosis struktural disebabkan oleh pertumbuhan tulang belakang yang tidak normal. Ciri – ciri fisiknya adalah sebagai berikut :
1. Bahu tidak sama tinggi.
2. Garis pinggang tidak sama tinggi.
3. Badan belakang menjadi bongkok sebelah.
4. Payu dara besar sebelah.
5. Sebelah pinggul lebih tinggi.
6. Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.
Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis tidak dapat diketahui secara pasti. Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis bermacam–macam. Ada yang disebabkan karena faktor genetik[5], neuromuskuler[6] dan ada pula yang idiopatik[7]( Apotik Online dan Media Informasi, 2006)
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau kelumpuhan akibat penyakit berikut:
- Cerebral palsy
- Distrofi otot
- Polio
- Osteoporosis juvenil
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
Pada kebanyakan kasus-kasus, penyebab dari scoliosis tidak diketahui (idiopathic). Tipe dari scoliosis ini digambarkan berdasarkan pada umur ketika scoliosis berkembang. Jika orang itu kurang dari 3 tahun umurnya, ia disebut infantile idiopathic scoliosis. Scoliosis yang berkembang antara umur 3 dan 10 tahun disebut juvenile idiopathic scoliosis, dan orang-orang yang diatas 10 tahun umurnya mempunyai adolescent idiopathic scoliosis.
Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis:
Functional: Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh. Ini dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya atau oleh kekejangan-kekejangan di punggung.
Neuromuscular: Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya. Tipe scoliosis ini berkembang pada orang-orang dengan kelainn-kelainan lain termasuk kerusakan-kerusakan kelahiran, penyakit otot (muscular dystrophy), cerebral palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan hadir waktu dilahirkan, ia disebut congenital. Tipe scoliosis ini seringkali adalah jauh lebih parah dan memerlukan perawatan yang lebih agresif daripada bentuk-bentuk lain dari scoliosis.
Degenerative: Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang ditemukan pada anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine yang disebabkan oleh arthritis. Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan spur-spur tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari spine yang abnormal.
Lain-Lain: Ada penyebab-penyebab potensial lain dari scoliosis, termasuk tumor-tumor spine seperti osteoid osteoma. Ini adalah tumor jinak yang dapat terjadi pada spine dan menyebabkan nyeri/sakit. Nyeri menyebabkan orang-orang untuk bersandar pada sisi yang berlawanan untuk mengurangi jumlah dari tekanan yang diterapkan pada tumor. Ini dapat menjurus pada suatu kelainan bentuk spine.


C. Tanda dan Gejala
Gejalanya berupa:
- tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
- bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
- nyeri punggung
- kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
- skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.
Awalnya penderita mungkin tidak menyadari atau merasakan sakit pada tubuhnya karena memang skoliosis tidak selalu memberikan gejala–gejala yang mudah dikenali. Jika ada pun, gejala tersebut tidak terlalu dianggap serius karena kebanyakan mereka hanya merasakan pegal–pegal di daerah punggung dan pinggang mereka saja. Menurut Dr Siow dalam artikel yang ditulis oleh Norlaila H. Jamaluddin (Jamaluddin, 2007), skoliosis tidak menunjukkan gejala awal. Kesannya hanya dapat dilihat apabila tulang belakang mulai bengkok. Jika keadaan bertambah buruk, skoliosis menyebabkan tulang rusuk tertonjol keluar dan penderita mungkin mengalami masalah sakit belakang serta sukar bernafas. Dalam kebanyakan kondisi, skoliosis hanya diberi perhatian apabila penderita mulai menitik beratkan soal penampilan diri. Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, rata-rata penderita merasa malu dan rendah diri.
Skoliosis pada masyarakat indonesia dapat dijumpai mulai dari derajat yang sangat ringan sampai pada derajat yang sangat berat.
Skoliosis derajat ringan misalnya pembengkokan yang sedikit[8]. Biasanya penderita tidak banyak mengeluhkan apa-apa. Bahkan kadangkala orang sekitarnya yg merasa terganggu dengan struktur bengkok tersebut misalnya orang tua penderita, pasangan[9] (Rahayusalim, 2007). Derajat pembengkokan biasanya diukur dengan cara Cobb dan disebut sudut Cobb. Dari besarnya sudut skoliosis dapat dibagi menjadi (Kawiyana dalam Soetjiningsih, 2004) :
Skoliosis ringan : sudut Cobb kurang dari 20”
Skoliosis sedang : sudut Cobb antara 21 – 40”
Skoliosis berat : sudut Cobb lebih dari 41”
Pada skoliosis derajat berat (lebih dari 40 derajat), hanya dapat diluruskan melalui operasi. Bukan saja operasi skoliosis merupakan salah satu operasi besar, tetapi juga dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya saja, di negara Ukraina, setelah operasi pasien harus berdiam di tempat tidur selama 6 bulan dengan dibalut gips. Penyembuhan paska operasi di Indonesia juga memakan waktu yang tidak sebentar. Di Jerman dengan metode baru yang dinamakan mobilisasi pasien seteleh opeasi memperlihatkan perbedaan teknik yang menyolok. 1 hari setelah operasi, pasien diharuskan bergerak dan berusaha berdiri dengan dibantu ahli-ahly gymnastik untuk skoliosis. Hari ke 2 pasien diharuskan berjalan dengan dibantu alat-alat gimnasik dan tim rehabilitasi.

D. Prognosis
Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan. Semakin besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya progresivitas sesudah masa pertumbuhan anak berlalu.
Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki prognosis yang bik dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain kemungkinan timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin bertambah.
Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga memiliki prognosis yang baik dan bisa hidup secara aktif dan sehat.
Penderita skoliosis neuromuskuler selalu memiliki penyakit lainnya yang serius (misalnya cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu tujuan dari pembedahan biasanya adalah memungkinkan anak bisa duduk tegak pada kursi roda.
Bayi yang menderita skoliosis kongenital memiliki sejumlah kelainan bentuk yang mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak mudah dan perlu dilakukan beberapa kali pembedahan.




E. Patofisiologi
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut scoliosis ini berawal dari adanya syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas – ruas tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf S atau pun huruf C.

F. Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan tergantung kepada penyebab, derajat dan lokasi kelengkungan serta stadium pertumbuhan tulang. Jika kelengkungan kurang dari 20 , biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan secara teratur setiap 6 bulan.
Pada anak-anak yang masih tumbuh, kelengkungan biasanya bertambah sampai 25-30 , karena itu biasanya dianjurkan untuk menggunakan brace (alat penyangga) untuk membantu memperlambat progresivitas kelengkungan tulang belakang. Brace dari Milwaukee & Boston efektif dalam mengendalikan progresivitas skoliosis, tetapi harus dipasang selama 23 jam/hari sampai masa pertumbuhan anak berhenti.
Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis kongenital maupun neuromuskuler. Jika kelengkungan mencapai 40 atau lebih, biasanya dilakukan pembedahan.
Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan peleburan tulang-tulang. Tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan 1-2 alat logam yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun). Sesudah dilakukan pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk menstabilkan tulang belakang. Kadang diberikan perangsangan elektrospinal, dimana otot tulang belakang dirangsang dengan arus listrik rendah untuk meluruskan tulang belakang.


G. Diagnosa
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi.
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
Rontgen tulang belakang
Pengukuran dengan skoliometer (alat untuk mengukur kelengkungan tulang belakang)
MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen).

H. Penatalaksanaan
Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :
1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis
4. Kosmetik
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25o pada tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah berhenti pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun.
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <20>20.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
· Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40o
· Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :

§ Milwaukee
§ Boston
§ Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.

c. Operasi
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada skoliosis adalah :
· Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa
· Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada anak yang sedang tumbuh
· Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis

I. Masalah keperawatan
Gangguan dalam melakukan ambulasi.
Nyeri kronik berhubungan dengan ketidakmampuan fisik kronik.
Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan penampilan fisik

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Scoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang abnormal dari spine (tulang belakang).
Skoliosis dibagi menjadi :
· Functional: Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh.
· Neuromuscular: Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya.
· Degenerative: Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan lunak lain yang normal dari spine digabungkan dengan spur-spur tulang yang abnormal dapat menjurus pada suatu lekukan dari spine yang abnormal.
Etiologi dari skoliosis adalah :
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau kelumpuhan akibat penyakit berikut:
· Cerebral palsy
· Distrofi otot
· Polio
· Osteoporosis juvenil
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
Patofisiologi dari skoliosis :
· Lemahnya syaraf yang menarik ruas tulang belakang
· Penarikan ruas tulang belakang tidak simetris
· Tulang belakang bengkok menyerupai huruf S atau U
Tanda dan gejala skoliosis :
· tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
· bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
· nyeri punggung
· kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
· skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
Penatalaksanaan pada pasien dengan skoliosis :
The three O’s
1. Observasi
2. Orthosis
3. Operasi


DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.\
www.totalkesehatananda.com/scoliosis2.html - 8k

http://hanum01.wordpress.com/2008/10/06/apa-sih-skoliosis-itu/

http://www.indonesiaindonesia.com/f/12964-skoliosis/

http://rasitta.multiply.com/reviews/item/30

http://www.klikdokter.com/illness/detail/180

“SINDROM NEFROTIK”

BAB I
PENDAHULUAN


Tak semua orang tua beruntung melahirkan bayi yang normal dan sehat. Ada diantara mereka memiliki anak yang mengidap kelainan. Sindrom nefrotik atau ginjal bocor, salah satunya. Anak yang menderita ginjal bocor, sepintas tak ada bedanya dengan anak-anak umumnya.
Anak tetap nampak aktif, gembira dan sehat. Namun, anak itu setiap minggu harus kontrol ke dokter. Capek sedikit saja, badan anak jadi bengkak. Selain itu, anak harus selalu segera makan jika ia merasa lapar. Jika sudah begini, hendaknya orangtua bersabar akan kondisi anak. Yang penting, control secara teratur.
Penyakit yang dalam bahasa medis disebut sindrom nefrotik ini ternyata bisa disembuhkan dengan obat yang murah dan mudah didapatkan. Sebenarnya dari segi ilmiah menurut dokter, ginjal bocor itu tak ada. Karena untuk menjelaskan ke pasien awam susah dan butuh waktu untuk memahaminya, jadi dipermudah dengan dikenal istilah ginjal bocor.
Penderita yang mengalami sindrom nefrotik ini terdapat albumin pada air seninya yang semestinya tak ada pada orang normal. Normalnya dalam air kemih ini tak terdapat albumin protein, tapi dalam sindrom nefrotik ini terdapat albumin sehingga orang mengatakannya ginjalnya bocor. Padahal sebenarnya tak sedikit pun pada ginjal itu yang bocor. Kalau dilihat di mikroskop, jelas tak ada yang bolong.
Lebih jauh lagi, setiap darah yang mengalir dari pembuluh arteri akan masuk ke ginjal, lalu diproses dan disaring di glomerulus, lalu balik keluar lagi. Hasil dari penyaringan inilah akan keluar air kemih. Pada penderita sindrom nefrotik, permeabilitas ginjal ini meningkat sehingga albumin yang semestinya tak merembes jadi keluar. Istilah permeabilitas inilah yang susah menjelaskannya pada pasien. Akhirnya, para dokter menyebut bocor.
Seperti pada penderita busung lapar yang mengalami hipoalbuminemia (kekurangan protein), maka penyandang sindrom nefrotik pun mengalami hipoalbuminemia karena banyak albumin yang keluar lewat air seni. Akibat kekurangan albumin ini muncul bengkak di seluruh tubuh karena cairan darah dalam pembuluh darah berkurang.
Jika kadar albumin ini terlalu rendah, tubuh bisa shock mendadak yang mengakibatkan kematian dalam waktu singkat." Dalam waktu lama, albumin yang rendah itu mengakibatkan penderita mudah terkena infeksi karena fungsi protein salah satunya adalah menangkal infeksi.
Selain albuminuria (terdapatnya protein dalam air kemih) dan hipoalbuminemia, sindrom nefrotik ini juga ditandai oleh munculnya edema (sembab pada tubuh), hiperkolesterolemia (peningkatan kadar kolesterol dalam darah). Kadang-kadang kelainan ini disertai hematuria (terdapat darah dalam air kemih), hipertensi (peninggian tekanan darah) dan penurunan fungsi ginjal.Menurut kedokteran, penyebab sindrom nefrotik bawaan dan yang diidap pada sebagian besar anak-anak ini tak diketahui dengan pasti (sindrom nefrotik primer). Namun, pada sindrom nefrotik sekunder yang umumnya menimpa orang dewasa bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu. Seperti hepatitis B, malaria, lepra, sifilis, pasca infeksi bakteri streptokokus. Sindrom ini juga bisa muncul karena ada kontaminasi toksin dan alergen, seperti logam berat, bisa ular dan serangga.
Penyakit ganas, misal tumor paru atau tumor saluran cerna, pun bisa menjadi pencetus penyakit ini. Sindrom nefrotik pun bisa menyerang pengidap penyakit diabetes melitus. Begitu pula penyakit imunologis, seperti infeksi kulit atau radang tenggorokan bisa mengakibatkan munculnya sindrom nefrotik ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sindroma nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema , proteinuria , hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. Terbanyak terdapat pada usia antara 3-4 tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Tetapi atas dasar penelitian di RSCM Jakarta (I.G.N. Wila Wirya 1970-1979 dikemukakan pada tahun 1992 dalam Desertasi gelar DR) pada umumnya mengenai anak umur 6-7 tahun (puncaknya umur 7 tahun) dan perbandingan antara wanita dan pria 1:1,6. Penyakit sindrom nefrotik dijumpai pada anak mulai umur kurang dari 1 tahun (3 bulan) sampai umur 14 tahun.
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolesterolemia.
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk SN di Indonesia (negara tropis) dan negara maju. Di negara maju umumnya sindrom nefrotik jenis kelainan minimal (KM); pada SN ini kelainan terletak pada tubulus, dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi (malnutrisi) pada waktu lampau. Kekurangan gizi mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari SN BKM tersebut.

B. Anatomi fisiologi
Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
a. 1-2 hari : 30-60 ml
b. 3-10 hari : 100-300 ml
c. 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d. 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e. 1-3 tahun : 500-600 ml
f. 3-5 tahun : 600-700 ml
g. 8 tahun : 650-800 ml
h. 8-14 tahun : 800-1400 ml
Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

C. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu “auto immune disease” , jadi merupakan suatu reaksi antigen – antibody. Umumnya orang membagi etiologinya dalam ;
Sindroma Nefrotik Bawaan
Resistem terhadap semua pengobatan. Gejala; Edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal dalam masa neonatus telah dicoba tapi tidak berhasil, prognosis infaust, buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan- bulan pertama kehidupannya.
Sidroma Nefrotik Sekunder
Yang disebabkan oleh ;
a. Malaria kuartana atau parasit lain
b. Penyakit kolagen seperti ;disseminated lupus erythhematosus; anaphylactoid purpura.
c. Glomerunefritis akut atau glomerulonefritis kronik dan trombosis vena renalis.
d. Bahan kimia : Trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, poison oak, air raksa.
e. Amiloidosis, sick sell disease (penyakit sel sabit), hiperprolonemia, nefritis embranoproliferatif hipokomplementik
Syndrome Nefrotik Idiopatik
Tidak ketahui sebabnya atau juga disebut SN primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Chung dkk. Membagi dalam 4 golongan yaitu:
a. Kelainan minimal. Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak mormal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terapat IgG atau imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ni lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa, prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
b. Nefropati membranosa. Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang terbesar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukn pada anak. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
· Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus, terdapat proliferasi sel mesangial dan infilrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbulsetelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
· Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
· Dengan bulan sabit (cresent). Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai (kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
· Glomerulonefritis membranoproliferatif. Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai mambran basalis di esangium. Titer globulin probeta 1-C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.
· Lain-lain. Perubahan proliferasi yang tidak khas.
Gambaran klinik :
Edema merupakan klinik yang menonjol, kadang-kadang 40% dari berat badan. Pada keadaan anasarka terdapat asites, hidrothoraks, edema scrotum. Penderita sangat rentang terhadap infeksi skunder. Selama beberapa minggu terdapat haem aturia, asotemia dan hipertensi ringan.
Glomerulosklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.(Ngastiyah, 2005)

D. Prognosis
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal. Penyembuhan klinik kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.

E. Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia. Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus; Bronkopneumonia dan tuberkulosis.
b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.(Rauf, .2002 : .27-28).

F. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin, kedalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal.
Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Menurunnya tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari system vaskuler kedalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi darah mengaktifkan system rennin –Angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia)
Sindrom nefrotik dapat terjadi disetiap penyakit renal intrinsic atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab mencakup glomerulonefrotis kronik, diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis intrakapiler, amilodosis ginjal, penyakit lupus eritematosus sistemik dan trombosis vena renal.

G. Manifestasi Klinis
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh :
Proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari)
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.
Hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl)
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
Edema
Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (piting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sacrum, tumit dan tangan), dan pada abdomen (acites).
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Lipiduria
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III yang penting dalam pembekuan darah, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
Hipokalcemia
Hipokalcemia atau kekurangan kalsium dalam darah disebabkan karena kehilangan protein pembawa yang diperlukan dalam metabolisme kalsium.
Hiperkolesterolemia
Kadar fibrinogen meninggi sedangka kadar ureum normal, anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena trnsferin banyak keluar dengan urin.
Kolesterol yang tinggi dalam darah. Keadaan ini terjadi karena hati berusaha menghasilkan protein yang banyak untuk menggantikan protein yang telah hilang. Akibatnya, lipoprotein ikut meningkat padahal penyingkiran dan pengangkutan lipid juga kekurangan. Ini akan meningkatkan risiko arterosklerosis dan penyakit jantung
Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.
Kadang-kadang hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsiginjal

H. Pemeriksaan Diagnostik
Uji urine
Protein urin – meningkat
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin – meningkat
Uji darah
· Albumin serum – menurun
· Kolesterol serum – meningkat
· Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
· Laju endap darah (LED) – meningkat
· Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan abnormalitas lain. Jarum biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan histology terhadap jaringan renal untuk memperkuat diagnosis.Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari. Ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema banyak, diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih. Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase nonnefritis tes fungsi ginjal seperti : glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal atau meninggi . Sedangkan maximal konsentrating ability dan acidification kencing normal . Kemudian timbul perubahan pada fungsi ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik, hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering rendah dalam keadaan lanjut kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.
Analisis Kasus
Anak A, laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan utama bengkak di wajah. Ibunya mendapati hal tersebut beberapa hari lalu dan kelihatannya semakin memburuk. Ibunya mengatakan bahwa anaknya tidak menunjukkan gejala apapun, hanya 2 minggu yang lalu sempat mengalami flu berat.
Pemeriksaan: tanda vital, suhu 37, HR 90, RR 20, TD 92/55. Kondisi anak sadar dan kooperatif selama pemeriksaan. Wajahnya menunjukkan edema periorbital sedang(moderat). Mata tidak menonjol, konjungtifa tidak edema dan tenggorokan tidak merah. Jantung regular tanpa murmur. Suara jantung normal. Pemeriksaan paru menunjukkan gambaran yang normal, tidak ada crakles ataupun ronki. Abdomen lunak, tidak nyeri, tidak terdistensi dan tidak ada masa atau shifting dullness. Hepatospenomegalih(negatif). Genital normal, tidak ada edema sekrotal. Terdapat pitting edeme ringan pada permukaan dorsal tangan dan kaki. Pengisian kapilar cepat dan denyut 2+ tidak ada rash.
Urinalisis menunjukan protein 4+ dan BJ 1030 kimia darah menunjukkan protein 2 gr/dl, serum albumin 1,4 gr/dl, kolesterol 350 gr/dl. BUN dan kreatinin normal.
Anak tidak terlalu sakit untuk menjalani hospitalisasi pengobatan dimulai dengan pregnisone oral. Anak menjalani rawat jalan dan melakukan pemeriksaan rutin dipstik harian. Edema dan proteinuria secara bertahap sembuh dengan pengobatan. Kortikosteroid berangsur-angsur dikurangi dan anak A tetap stabil.

I. Penatalaksanaan Medis
Istirahat sampai tinggal edema sedikit.
Diet protein tinggi sebanyak 2-3 g/kg/BB dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang diberi garam sedikit. (Buku Kuliah IKA Jilid)
Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC.
Diuretika.
Kortikosteroid. International Cooperatife study of Kidney disease in Childrenmengajukan:
a. Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan maksimun sehari 80 mg.
b. Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB / hari setiap 3hari dalam 1mingggu dengan dosis maksimun sehari : 60 mg. Bila terdapat respons selama (b) maka dilanjutkan dengan 4 minggu secara intermiten.
c. Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada terapi permulaan diberi setiap hari prednison sampai urine bebas protein. Kemudian seperti terapi permulaan selama 5 minggu tetapi secara interminten.
Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi.
Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada dekompensasi jantung diberikan digitalisasi.

J. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan.
Proses Keperawatan merupakan susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa maslah (diagnosa Keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan (Hidayat,2004)
Pengkajian.Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
· Khususnya di sekitar mata
· Timbul pada saat bangun pagi
· Berkurang di siang hari
· Pembengkakan abdomen (asites)
· Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
· Pembengkakan labial (scrotal)
· Edema mukosa usus yang menyebabkan :
o Diare
o Anoreksia
o Absorbsi usus buruk
· Pucat kulit ekstrim (sering)
· Peka rangsang
· Mudah lelah
· Letargi
· Tekanan darah normal atau sedikit menurun
· Kerentanan terhadap infeksi
· Perubahan urin :
o Penurunan volume
o Gelap
o Berbau buah
o Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.
Penyimpanan Kebutuhan Dasar Manusia
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
a. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
1) TujuanPasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat)
2) Intervensi
· Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
· Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).Rasional : mengkaji retensi cairan
· Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
· Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
· Pantau infus intra vena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan

· Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
· Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema
1) TujuanKlien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada
2) Intervensi
· Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
· Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
· Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
· Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan.
1) TujuanTidak menunjukkan adanya bukti infeksi
2) Intervensi
· Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
· Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
· Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasional : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
· Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
· Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh
1) TujuanKulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas :
kemerahan atau iritasi
2) Intervensi
· Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
· Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
· Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehariRasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
· Topang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan
· Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
· Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
· Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus
e. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
1) TujuanPasien mendapatkan nutrisi yang optimal
2) Intervensi
· Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
· Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Rasional : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak
· Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
· Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
· Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
· Beri makanan dengan cara yang menarik
Rasional : untuk menrangsang nafsu makan anak
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
1) TujuanAgar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
2) Intervensi
· Gali masalah dan perasaan mengenai penampilanRasional : untuk memudahkan koping
· Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edemaRasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinya
· Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktifRasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
· Beri umpan balik posisitf
Rasional : agar anak merasa diterima
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
1) TujuanAnak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat
2) Intervensi
· Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
· Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
· Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
· Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
· Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1) TujuanPasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
2) Intervensi
· Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
· Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang dilakukan
· Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan, serta prognosanyaRasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
· Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga tentang penyakit dan terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
· Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
· Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnyaRasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat dengan anak
· Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepatRasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L Wong,2004 : 550-552).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh :
a. Proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari)
b. Hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl)
c. Edema
d. Hiperlipidemia
e. Lipiduria
f. Hiperkoagulabilitas
g. Hipokalcemia
h. Hiperkolesterolemia
i. Kerentanan terhadap infeksi
2. Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu “auto immune disease” , jadi merupakan suatu reaksi antigen – antibody. Umumnya orang membagi etiologinya dalam ;
a. Sindroma Nefrotik Bawaan
b. Sindroma Nefrotik Sekunder
c. Syndrome Nefrotik Idiopatik
d. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
a. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh
d. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
http://koaskamar13.wordpress.com/2008/02/16/sindroma-nefrotik/
http://aldimahardika.blogspot.com/2008/03/penyakit-sindrom-nefrotik.html
http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Sindrom_nefrotik
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-sindrom-nefrotik/
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/sindrom-nefrotik-akut/