Minggu, 31 Mei 2009

“ANEMIA”

BAB I
PENDAHULUAN


Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin di bawah normal sesuai umur dan jenis kelamin. Pada anak usia di atas 1 tahun hingga masa pubertas dikatakan anemia jika didapatkan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl. Salah satu penyebab tersering anemia pada anak adalah akibat kekurangan besi.
Besi merupakan bagian dari molekul pembentuk hemoglobin. Jika kadar besi kurang, pembentukan hemoglobin akan berkurang dan pada akhirnya kadar hemoglobin akan menurun. Pada awalnya terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh. Jika asupan besi terus berkurang akan timbul kekurangan besi yang belum memberikan gejala anemia. Namun, jika hal itu berlangsung terus, akan timbul gejala anemia.
Angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun. Pada usia tersebut bayi masih memiliki cukup cadangan besi dari ibunya yang diberikan selama dalam kandungan. Tetapi setelah usia 6 bulan cadangan besi itu akan semakin menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Penyebab terbesar anemia kekurangan besi ini adalah asupan besi yang tidak adekuat karena makanan yang kurang mengandung besi.
- Susu sapi segar hanya mengandung besi 0,5 mgd sehingga tidak direkomendasikan untuk diberikan pada bayi usia kurang dari 1 tahun. - Zat tannin yang terkandung di dalam teh terbukti dapat menghambat penyerapan besi dalam usus.
- Kelainan usus,
- Perdarahan
- Penyakit diare yang berulang
- Penyakit cacing
- Kebutuhan besi yang meningkat pada bayi premature dan masa pertumbuhan juga merupakan salah satu penyebab dari anemia kekurangan besi.
Kalau kita menjumpai bayi dan anak dengan gejala pusat lesu lekas capai, pusing, nafsu makan menurun, kemampuan bekerja dan belajar menurun, perhatian anak berkurang, sering timbul infeksi serta terjadi gangguan pertumbuhan kita harus memikirkan kemungkinan anemia kekurangan besi pada bayi dan anak tersebut.
Untu itu perlu diperlukan serangkaian pemeriksaan untuk membuktikan adanya penyakit ini, di antaranya pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kadar hemoglobin serta nilai indeks sel darah merah, serta pemeriksaan kadar besi dalam serum.
Jika telah terbukti menderita anemia kekurangan besi, pengobatan yang diberikan berupa perbaikan diet dengan pemberian besi. Transfusi darah diberikan jika kadar hemoglobin kurang dari 3 g/dl, atau kurang dari 6 g/dl dengan didapatkan tanda-tanda gagal jantung. Terapi besi biasanya diberikan per oral (diminum). Besi yang biasa diberikan dalam bentuk ferrosulfat dengan dosis 6 mg besi/kg berat badan/hari. Walaupun rasanya kurang enak untuk anak-anak, bentuk besi ini paling mudah diserap oleh tubuh. Terapi besi ini diberikan terus sampai 6-8 minggu setelah mencapai kadar hemoglobin normal.
Yang paling penting diketahui adalah bagaimana cara mencegah terjadinya anemia kekurangan besi, yaitu:
- Pemberian diet yang tepat dan suplementasi besi. Pemberian diet yang dianjurkan antara lain pemberian ASI minimal 6 bulan, menghindari minum susu sapi berlebihan, makan makanan yang mengandung kadar besi tinggi, seperti daging sapi, daging kambing, hati, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau.
- Menambahkan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan besi di usus, seperti buah-buahan segar dan sayuran yang banyak mengandung vitamin C - Pemberian suplementasi besi dapat dipenuhi lewat susu formula maupun sereal yang mengandung besi (tron fortified milk formula dan iron fortified infant cereal). Pemberian diet serta suplementasi besi ini diberikan sejak bayi berusia 6 bulan, sedangkan pada bayi prematur dapat dimulai lebih cepat yaitu pada usia beberapa minggu karena kebutuhannya meningkat untuk pertumbuhan.
Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan peroksidase.
Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagin, yaitu yang fungsional dan yang reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitl adalah hem enzim dan non hem enzim
Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya rendah.
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal.
Dalam memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan (allowance) dan kebutuhan gizi (requirement). Kecukupan menunjukkan kecukupan rata – rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan kebutuhan gizi menunjukkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam kecukupan sudah dihitung faktor variasi kebutuhan antar individu, sehingga kecukupan kecuali energi, setingkat dengan kebutuhan ditambah dua kali simpangan baku. Dengan demikian kecukupan sudah mencakup lebih dari 97,5% populasi (Muhilal et al, 1993).
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi yang berumur dibawah 1 tahun, dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama banyaknya dengan laki – laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi lebih rendah daripada laki – laki dewasa. Untuk dapat memenuhi jumlah zat besi yang dibutuhkan ini, maka bayi dan remaja harus dapat mengabsorbsi zat besi yang lebih banyak per 1000 kcal yang dikonsumsi. Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel :1
Kebutuhan Zat Besi Anak Balita
Umur
Kebutuhan
0 – 6 bulan
7 – 12 bulan
1 – 3 tahun
4 – 6 tahun
3 mg
5 mg
8 mg
9 mg
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Anemia merupakan kondisi di mana kurangnya konsentrasi sel darah merah atau menurunnya kadar hemoglobin dalam darah di bawah normal, penurunan kadar tersebut banyak dijumpai pada anak karena kurangnya kadar zat besi atau perdarahan, sehingga anemia ini dapat disebut juga sebagai anemia defisiensi zat besi (anemi kurang zat besi), walaupun sebenarnya apabila bayi yang lahir dengan ibu yang non-anemia atau bergizi baik akan membuat bayi tersebut lahir dalam keadaan zat besi yang cukup apabila diberikan ASI yang cukup pula, akan tetapi apabila zat besi yang besi yang sebenarnya cukup tersedia dalam ASI tidak dimanfaatkan oleh ibu dan anak tersebut tidak mendapatkan sumber zat besi yang dapat diperoleh dari susu formula atau makanan yang kaya akan zat besi maka dapat menimbulkan adanya anemia, selain kadar zat besi anemia dapat juga ditimbulkan karena pendarahan seperti pendarahan pada usus atau kehilangan darah pada saluran cerna akibat makanan yang salah, atau pendarahan lain yang jumlahnya berlebihan. (Hidayat,2006)

B. Etiologi
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Academi of Sciences, 1990).
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
· Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
1. Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
2. Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
3. Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta
· Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
Diare menahun
Sindrom malabsorbsi
Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang bulan dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis rektum, divertkel Meckel
Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.

C. Patofisiologi
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186 :303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)

D. Manifestasi Klinis
Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunya daya konsentras dan sakit kepala atau pening adalah gejala awal anemia. Pada kasus yang lebih parah, sesak nafas disertai gejala lemah jantung dapat terjadi. Untuk memastikan, diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya dilakukan penentuan kadar hemoglobin atau hematokrit dalam darah (Kardjati Sakit, 1985).

E. Pengkajian Keperawatan
Pada pengkajian anak dengan anemia pada umumnya didapati tanda dan gejala seperti adanya kelemahan otot, mudah lelah seperti sring beristirahat, napas pendek, kulit pucat, pika, kemudian adanya gangguan pada sistemdaraf seperti adnya sakit kepala, pusing, kunang-kunang, peka terhadap rangsangan, menurunnya lapang pandang (kabur), apatis, apabila sudah berat terjadi perfusi perifer yang buruk, kulit lembap, dan dingin, menurunnya tekanan darah serta adanya peningkatan frekuensi jantung
Pengkajian terhadap faktor penyebab didapati adanya riwayat diet yang salah (kurang kadar Fe), makan pasta, makan tanah, dan lain-lain atau kurangnya komposisi makanan seperti banyak makanan sayuran akan tetapi kurang daging; adanya faktor pertumbuhan yang cepat tidak diimbangi dengan kebutuhan Fe yang banyak; adanya gangguam penyerapan Feakibat berbagai penyakit seperti usus; kemudian akibat pendarahan yang hebat yang menyebabkan kehilangan sel darah merah atau kadar Hbakan menurun; dan lain hal sehingga memicu terganggunnya kadar Fe dalam darah. Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya penurunan perfusi perifer, penurunan tekanan darah, dan frekuensi jantung. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb dan jumlah eritrosit menurun, kadar MCV, MCH, dan MCHC menurun, kadar besi serum menurun, feritin serum darah menurun atau rendah kurang dari 10-12 mikrogram/L dan free erythrocyte porphyrin meningkat.

F. Diagnosis/Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan anemia kuranf besi adalah sebagai berikut:
1. Intoleransi aktivitas
2. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
3. Ansietas/cemas

G. Rencana Tindakan Keperawatan
Intoleransi aktivitas
Masalah intoleransi aktivitas disebabkan oleh adanya kelemahan secara umum dan adanya penurunan pengiriman kadar oksigen ke dalam jaringan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka rencana yang dapat dilakukan adalah mempertahankan aktivitas atau memberikan istirahat yang cukup dan memperlancar pengiriman oksigen ke jaringan sehingga aktivitas dapat ditoleransi, sehingga harapannya kondisi pernapasan cukup normal.
Tindakan:
1. Monitor tanda fisik seperti adanya takikardi, palpitasi, takipne, dispne pusing, perubahan warna kulit, dan lain-lain.
2. Bantu aktivitas dalam batas toleransi.
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan meningkatkan istirahat.
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen.
5. Monitor tanda vital dalam keadaan istirahat.
· Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
Masalah kekurangan nutrisi dapat disebabkan karena adanya ketidakadekuatan masukan kadar Fe atau kurang pengetahuan keluarga tentang pentingnya kebutuhan kadar Fe dan juga dapat disebabkan karena gangguan penyakit atau pertumbuhan.
Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (Fe) seperti makanan daging, kacang, gandum, sereal kering yang diperkaya besi.
2. Berikan susu suplemen setelah makan padat.
3. Berikan preparat besi peroral fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi, berikan bersama jus buah.
4. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus jeruk.
5. Berikan multivitamin.
6. Jangan berikan preparat Fe bersama susu.
7. kaji feses karena pemberian yang cukup akan mengubah feses menjadi hijau gelap.
8. Monitor kadar Hb, atau tanda klinis lain.
9. Anjurkan makanan beserta air untuk mengurangi konstipasi.
10. Tingkatkan asupan daging dan tambahkan padi-padian serta sayuran hijau dalam diet.
· Ansietas/Cemas
Masalah ansietas atau kecemasan pada anak sering terjadi akobat kondisi tubuhnya, karena adanya prosedur diagnosis atau juga tindakan tranfusi, untuk itu diperlukan keterlibatan keluarga dalam menurunkan stres emosional.
Tindakan:
1. Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan prosedur diagnosis.
2. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah.
3. Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan membantu aktivitas anak.
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.
5. Berikan darah, sel darah, atau trombosit sesuai dengan ketentuan, dengan harapan anak mau menerima.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Anemia defisiensi besi (Anemia Gizi) adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah leih rendah daripada nilai normal. Untuk balita kadar Hb Normal adalah 12 g/dl. Adapun kebutuhan zat besi pada anak adalah sekitar 5 – 9 mmg/hari.
2. Menurut SKRT 1995 prevalensi Anemia Gizi pada Balita yaitu 40,1% hal ini tergolong tingkat yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat.
3. Penyebab anemia Gizi pada balita sangat banyak diantaranya: Pengadaan zat besi yang tidak cukup seperti cadangan besi yang tidak cukup. Selain itu absorbsi
4. yang kurang karena diare ataupun infestasi cacing yang memperberat anemia. Faktor-faktor lain turut pula mempengaruhi seperti faktor sosial ekonomi, pendidikan, pola makan, fasilitas kesehatan dan faktor budaya.
5. Pengaruh Anemia pada balita diantaranya adalah penurunan kekebalan tubuh dimana terjadi penurunan kemampuan sel humural dan seluler di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan balita mudah terkena infeksi. Terhadap fungsi kognitif terjadi pula penurunan sehingga kecerdasan anak berkurang, kurang atensi (perhatian) dan prestasi belajar terganggu. Hal ini akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus.
6. Strategi penanggulangan anemia gizi meliputi strategi operasional KIE, strategi operasioanl Suplementasi, Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin kalau intervensi dilakukan terhadap sebab langsung maupun sebab mendasar.
7. Mengingat balita adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak maka penanganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.



Tidak ada komentar: