Minggu, 31 Mei 2009

“SINDROM NEFROTIK”

BAB I
PENDAHULUAN


Tak semua orang tua beruntung melahirkan bayi yang normal dan sehat. Ada diantara mereka memiliki anak yang mengidap kelainan. Sindrom nefrotik atau ginjal bocor, salah satunya. Anak yang menderita ginjal bocor, sepintas tak ada bedanya dengan anak-anak umumnya.
Anak tetap nampak aktif, gembira dan sehat. Namun, anak itu setiap minggu harus kontrol ke dokter. Capek sedikit saja, badan anak jadi bengkak. Selain itu, anak harus selalu segera makan jika ia merasa lapar. Jika sudah begini, hendaknya orangtua bersabar akan kondisi anak. Yang penting, control secara teratur.
Penyakit yang dalam bahasa medis disebut sindrom nefrotik ini ternyata bisa disembuhkan dengan obat yang murah dan mudah didapatkan. Sebenarnya dari segi ilmiah menurut dokter, ginjal bocor itu tak ada. Karena untuk menjelaskan ke pasien awam susah dan butuh waktu untuk memahaminya, jadi dipermudah dengan dikenal istilah ginjal bocor.
Penderita yang mengalami sindrom nefrotik ini terdapat albumin pada air seninya yang semestinya tak ada pada orang normal. Normalnya dalam air kemih ini tak terdapat albumin protein, tapi dalam sindrom nefrotik ini terdapat albumin sehingga orang mengatakannya ginjalnya bocor. Padahal sebenarnya tak sedikit pun pada ginjal itu yang bocor. Kalau dilihat di mikroskop, jelas tak ada yang bolong.
Lebih jauh lagi, setiap darah yang mengalir dari pembuluh arteri akan masuk ke ginjal, lalu diproses dan disaring di glomerulus, lalu balik keluar lagi. Hasil dari penyaringan inilah akan keluar air kemih. Pada penderita sindrom nefrotik, permeabilitas ginjal ini meningkat sehingga albumin yang semestinya tak merembes jadi keluar. Istilah permeabilitas inilah yang susah menjelaskannya pada pasien. Akhirnya, para dokter menyebut bocor.
Seperti pada penderita busung lapar yang mengalami hipoalbuminemia (kekurangan protein), maka penyandang sindrom nefrotik pun mengalami hipoalbuminemia karena banyak albumin yang keluar lewat air seni. Akibat kekurangan albumin ini muncul bengkak di seluruh tubuh karena cairan darah dalam pembuluh darah berkurang.
Jika kadar albumin ini terlalu rendah, tubuh bisa shock mendadak yang mengakibatkan kematian dalam waktu singkat." Dalam waktu lama, albumin yang rendah itu mengakibatkan penderita mudah terkena infeksi karena fungsi protein salah satunya adalah menangkal infeksi.
Selain albuminuria (terdapatnya protein dalam air kemih) dan hipoalbuminemia, sindrom nefrotik ini juga ditandai oleh munculnya edema (sembab pada tubuh), hiperkolesterolemia (peningkatan kadar kolesterol dalam darah). Kadang-kadang kelainan ini disertai hematuria (terdapat darah dalam air kemih), hipertensi (peninggian tekanan darah) dan penurunan fungsi ginjal.Menurut kedokteran, penyebab sindrom nefrotik bawaan dan yang diidap pada sebagian besar anak-anak ini tak diketahui dengan pasti (sindrom nefrotik primer). Namun, pada sindrom nefrotik sekunder yang umumnya menimpa orang dewasa bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu. Seperti hepatitis B, malaria, lepra, sifilis, pasca infeksi bakteri streptokokus. Sindrom ini juga bisa muncul karena ada kontaminasi toksin dan alergen, seperti logam berat, bisa ular dan serangga.
Penyakit ganas, misal tumor paru atau tumor saluran cerna, pun bisa menjadi pencetus penyakit ini. Sindrom nefrotik pun bisa menyerang pengidap penyakit diabetes melitus. Begitu pula penyakit imunologis, seperti infeksi kulit atau radang tenggorokan bisa mengakibatkan munculnya sindrom nefrotik ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sindroma nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema , proteinuria , hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus. Terbanyak terdapat pada usia antara 3-4 tahun dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Tetapi atas dasar penelitian di RSCM Jakarta (I.G.N. Wila Wirya 1970-1979 dikemukakan pada tahun 1992 dalam Desertasi gelar DR) pada umumnya mengenai anak umur 6-7 tahun (puncaknya umur 7 tahun) dan perbandingan antara wanita dan pria 1:1,6. Penyakit sindrom nefrotik dijumpai pada anak mulai umur kurang dari 1 tahun (3 bulan) sampai umur 14 tahun.
Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolesterolemia.
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk SN di Indonesia (negara tropis) dan negara maju. Di negara maju umumnya sindrom nefrotik jenis kelainan minimal (KM); pada SN ini kelainan terletak pada tubulus, dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi (malnutrisi) pada waktu lampau. Kekurangan gizi mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari SN BKM tersebut.

B. Anatomi fisiologi
Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
a. 1-2 hari : 30-60 ml
b. 3-10 hari : 100-300 ml
c. 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d. 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e. 1-3 tahun : 500-600 ml
f. 3-5 tahun : 600-700 ml
g. 8 tahun : 650-800 ml
h. 8-14 tahun : 800-1400 ml
Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

C. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu “auto immune disease” , jadi merupakan suatu reaksi antigen – antibody. Umumnya orang membagi etiologinya dalam ;
Sindroma Nefrotik Bawaan
Resistem terhadap semua pengobatan. Gejala; Edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal dalam masa neonatus telah dicoba tapi tidak berhasil, prognosis infaust, buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan- bulan pertama kehidupannya.
Sidroma Nefrotik Sekunder
Yang disebabkan oleh ;
a. Malaria kuartana atau parasit lain
b. Penyakit kolagen seperti ;disseminated lupus erythhematosus; anaphylactoid purpura.
c. Glomerunefritis akut atau glomerulonefritis kronik dan trombosis vena renalis.
d. Bahan kimia : Trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, poison oak, air raksa.
e. Amiloidosis, sick sell disease (penyakit sel sabit), hiperprolonemia, nefritis embranoproliferatif hipokomplementik
Syndrome Nefrotik Idiopatik
Tidak ketahui sebabnya atau juga disebut SN primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Chung dkk. Membagi dalam 4 golongan yaitu:
a. Kelainan minimal. Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak mormal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terapat IgG atau imunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ni lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa, prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
b. Nefropati membranosa. Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang terbesar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukn pada anak. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
· Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus, terdapat proliferasi sel mesangial dan infilrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbulsetelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
· Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening).terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
· Dengan bulan sabit (cresent). Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai (kapsular) dan viseral. Prognosis buruk.
· Glomerulonefritis membranoproliferatif. Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai mambran basalis di esangium. Titer globulin probeta 1-C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.
· Lain-lain. Perubahan proliferasi yang tidak khas.
Gambaran klinik :
Edema merupakan klinik yang menonjol, kadang-kadang 40% dari berat badan. Pada keadaan anasarka terdapat asites, hidrothoraks, edema scrotum. Penderita sangat rentang terhadap infeksi skunder. Selama beberapa minggu terdapat haem aturia, asotemia dan hipertensi ringan.
Glomerulosklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.(Ngastiyah, 2005)

D. Prognosis
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal. Penyembuhan klinik kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.

E. Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia. Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus; Bronkopneumonia dan tuberkulosis.
b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.(Rauf, .2002 : .27-28).

F. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin, kedalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal.
Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Menurunnya tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari system vaskuler kedalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi darah mengaktifkan system rennin –Angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia)
Sindrom nefrotik dapat terjadi disetiap penyakit renal intrinsic atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab mencakup glomerulonefrotis kronik, diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis intrakapiler, amilodosis ginjal, penyakit lupus eritematosus sistemik dan trombosis vena renal.

G. Manifestasi Klinis
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh :
Proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari)
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.
Hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl)
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
Edema
Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (piting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sacrum, tumit dan tangan), dan pada abdomen (acites).
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
Lipiduria
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.
Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III yang penting dalam pembekuan darah, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
Hipokalcemia
Hipokalcemia atau kekurangan kalsium dalam darah disebabkan karena kehilangan protein pembawa yang diperlukan dalam metabolisme kalsium.
Hiperkolesterolemia
Kadar fibrinogen meninggi sedangka kadar ureum normal, anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena trnsferin banyak keluar dengan urin.
Kolesterol yang tinggi dalam darah. Keadaan ini terjadi karena hati berusaha menghasilkan protein yang banyak untuk menggantikan protein yang telah hilang. Akibatnya, lipoprotein ikut meningkat padahal penyingkiran dan pengangkutan lipid juga kekurangan. Ini akan meningkatkan risiko arterosklerosis dan penyakit jantung
Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.
Kadang-kadang hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsiginjal

H. Pemeriksaan Diagnostik
Uji urine
Protein urin – meningkat
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin – meningkat
Uji darah
· Albumin serum – menurun
· Kolesterol serum – meningkat
· Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
· Laju endap darah (LED) – meningkat
· Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan abnormalitas lain. Jarum biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan histology terhadap jaringan renal untuk memperkuat diagnosis.Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari. Ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema banyak, diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih. Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase nonnefritis tes fungsi ginjal seperti : glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal atau meninggi . Sedangkan maximal konsentrating ability dan acidification kencing normal . Kemudian timbul perubahan pada fungsi ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik, hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering rendah dalam keadaan lanjut kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.
Analisis Kasus
Anak A, laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan utama bengkak di wajah. Ibunya mendapati hal tersebut beberapa hari lalu dan kelihatannya semakin memburuk. Ibunya mengatakan bahwa anaknya tidak menunjukkan gejala apapun, hanya 2 minggu yang lalu sempat mengalami flu berat.
Pemeriksaan: tanda vital, suhu 37, HR 90, RR 20, TD 92/55. Kondisi anak sadar dan kooperatif selama pemeriksaan. Wajahnya menunjukkan edema periorbital sedang(moderat). Mata tidak menonjol, konjungtifa tidak edema dan tenggorokan tidak merah. Jantung regular tanpa murmur. Suara jantung normal. Pemeriksaan paru menunjukkan gambaran yang normal, tidak ada crakles ataupun ronki. Abdomen lunak, tidak nyeri, tidak terdistensi dan tidak ada masa atau shifting dullness. Hepatospenomegalih(negatif). Genital normal, tidak ada edema sekrotal. Terdapat pitting edeme ringan pada permukaan dorsal tangan dan kaki. Pengisian kapilar cepat dan denyut 2+ tidak ada rash.
Urinalisis menunjukan protein 4+ dan BJ 1030 kimia darah menunjukkan protein 2 gr/dl, serum albumin 1,4 gr/dl, kolesterol 350 gr/dl. BUN dan kreatinin normal.
Anak tidak terlalu sakit untuk menjalani hospitalisasi pengobatan dimulai dengan pregnisone oral. Anak menjalani rawat jalan dan melakukan pemeriksaan rutin dipstik harian. Edema dan proteinuria secara bertahap sembuh dengan pengobatan. Kortikosteroid berangsur-angsur dikurangi dan anak A tetap stabil.

I. Penatalaksanaan Medis
Istirahat sampai tinggal edema sedikit.
Diet protein tinggi sebanyak 2-3 g/kg/BB dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang diberi garam sedikit. (Buku Kuliah IKA Jilid)
Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC.
Diuretika.
Kortikosteroid. International Cooperatife study of Kidney disease in Childrenmengajukan:
a. Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan maksimun sehari 80 mg.
b. Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB / hari setiap 3hari dalam 1mingggu dengan dosis maksimun sehari : 60 mg. Bila terdapat respons selama (b) maka dilanjutkan dengan 4 minggu secara intermiten.
c. Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada terapi permulaan diberi setiap hari prednison sampai urine bebas protein. Kemudian seperti terapi permulaan selama 5 minggu tetapi secara interminten.
Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi.
Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada dekompensasi jantung diberikan digitalisasi.

J. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan Keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah dan memulihkan kesehatan.
Proses Keperawatan merupakan susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa maslah (diagnosa Keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan (Hidayat,2004)
Pengkajian.Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong,200 : 550) sebagai berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema
b. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi sindrom nefrotik :
1) Penambahan berat badan
2) Edema
3) Wajah sembab :
· Khususnya di sekitar mata
· Timbul pada saat bangun pagi
· Berkurang di siang hari
· Pembengkakan abdomen (asites)
· Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
· Pembengkakan labial (scrotal)
· Edema mukosa usus yang menyebabkan :
o Diare
o Anoreksia
o Absorbsi usus buruk
· Pucat kulit ekstrim (sering)
· Peka rangsang
· Mudah lelah
· Letargi
· Tekanan darah normal atau sedikit menurun
· Kerentanan terhadap infeksi
· Perubahan urin :
o Penurunan volume
o Gelap
o Berbau buah
o Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.
Penyimpanan Kebutuhan Dasar Manusia
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
a. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
1) TujuanPasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat)
2) Intervensi
· Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
· Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).Rasional : mengkaji retensi cairan
· Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
· Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
· Pantau infus intra vena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan

· Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
· Berikan diuretik bila diinstruksikan.
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari edema.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema
1) TujuanKlien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau shock hipovolemik yang diyunjukkan pasien minimum atau tidak ada
2) Intervensi
· Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
· Kaji kualitas dan frekwensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
· Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
· Laporkan adanya penyimpangan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan.
1) TujuanTidak menunjukkan adanya bukti infeksi
2) Intervensi
· Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
· Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
· Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasional : karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
· Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
· Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh
1) TujuanKulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas :
kemerahan atau iritasi
2) Intervensi
· Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
· Hindari pakaian ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
· Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehariRasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
· Topang organ edema, seperti skrotum
Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan
· Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
· Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
· Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan
Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus
e. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
1) TujuanPasien mendapatkan nutrisi yang optimal
2) Intervensi
· Beri diet yang bergizi
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
· Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Rasional : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak
· Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan
· Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak
· Beri makanan spesial dan disukai anak
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
· Beri makanan dengan cara yang menarik
Rasional : untuk menrangsang nafsu makan anak
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
1) TujuanAgar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
2) Intervensi
· Gali masalah dan perasaan mengenai penampilanRasional : untuk memudahkan koping
· Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edemaRasional : meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinya
· Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktifRasional : agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
· Beri umpan balik posisitf
Rasional : agar anak merasa diterima
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
1) TujuanAnak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat
2) Intervensi
· Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
· Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan
· Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
· Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak
· Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
1) TujuanPasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat
2) Intervensi
· Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi, dukungan
Rasional : mengidentifikasi kebuutuhan yang dibutuhkan keluarga
· Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
Rasional : keluarga akan beradaptasi terhadap segala tindakan keperawatan yang dilakukan
· Tekankan dan jelaskan profesional kesehatan tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan, serta prognosanyaRasional : agar keluarga juga mengetahui masalah kesehatan anaknya
· Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga Keluarga tentang penyakit dan terapinya
Rasional : mengoptimalisasi pendidikan kesehatan terhadap
· Ulangi informasi sesering mungkin
Rasional : untuk memfasilitasi pemahaman
· Bantu keluarga mengintrepetasikan perilaku anak serta responnyaRasional : keluarga dapat mengidentifikasi perilaku anak sebagai orang yang terdekat dengan anak
· Jangan tampak terburu-buru, bila waktunya tidak tepatRasional : mempermantap rencana yang telah disusun sebelumnya. (Donna L Wong,2004 : 550-552).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh :
a. Proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari)
b. Hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl)
c. Edema
d. Hiperlipidemia
e. Lipiduria
f. Hiperkoagulabilitas
g. Hipokalcemia
h. Hiperkolesterolemia
i. Kerentanan terhadap infeksi
2. Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu “auto immune disease” , jadi merupakan suatu reaksi antigen – antibody. Umumnya orang membagi etiologinya dalam ;
a. Sindroma Nefrotik Bawaan
b. Sindroma Nefrotik Sekunder
c. Syndrome Nefrotik Idiopatik
d. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
a. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema
c. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh
d. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
http://koaskamar13.wordpress.com/2008/02/16/sindroma-nefrotik/
http://aldimahardika.blogspot.com/2008/03/penyakit-sindrom-nefrotik.html
http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Sindrom_nefrotik
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-sindrom-nefrotik/
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/sindrom-nefrotik-akut/

Tidak ada komentar: