Minggu, 31 Mei 2009

GANGGUAN PIKIR, BENTUK, ISI DAN ARUS PIKIR

GANGGUAN PIKIR, BENTUK, ISI DAN ARUS PIKIR

Proses berpikir itu meliputi proses pertimbangan (“judgment”), pemahaman (”comprehension”), ingatan serta penalaran (“reasoning”). Proses berpikir yang normal mengandung arus idea, symbol dan asosiasi yang terarah kepada tujuan dan yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.
Berbagai macam factor mempengaruhi proses berpikir itu, umpamanya factor somatic (gangguan otak, kelelahan), factor psikologik (gangguan emosi, psikosa) dan factor social (kegaduhan dan keadaan sosial yang lain) yang sangat mempengaruhi perhatian atau konsentrasi si individu. Kita dapat membedakan tiga aspek proses berpikir yaitu: bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikiran, ditambah dengan pertimbangan.
Gangguan bentuk pikiran,
Dalam kategori ganggauan bentuk pikiran termasuk semua penyimpangan dari pemikiran rasional, logik, dan terarah kepada tujuan.
1. Dereisme atau pikiran dereistik, titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika, atau pengalaman. Umpamanya seorang kepala kantor pemerintah pernah mengatakan, “Seorang pegawai negeri dan seorang warga negara yang baik harus kebal korupsi, biarpun gajinya tidak cukup, biarpun keluarganya menderita; bila tidak tahan silakan keluar…”, atau seorang lain lagi, “Kita harus memberantas perjudian dan pelacuran, karena hal-hal itu merupakan ‘exploitation de I’home parr I’home’; adalah ‘homo homini lupus’ adalah ‘machiavellisme’; karena itu kita harus mengikis habis segala bentuknya, tanpa kecuali…”.
2. Pikiran otistik; menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham atau halusinasi. Cara berpikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya; hidup dalam alam pikirannya sendiri. Kadang-kadang istilah ini dipakai juga untuk pikiran dereistik.
3. Bentuk pikiran yang non-realistik: bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan kenyataan, umapamanya: menyelidiki sesuatu yang spektakuler dan revolusioner bila ditemui; mengambil kesimpulan yang aneh serta tidak masuk akal (merupakan gejala yang menonjol pada skizoprenia hebefrenik di samping tingkah laku kekanak-kanakan). Dibedakan dari pikiran dereistik dan otistik tapi kadang-kadang ketiga gangguan bentuk pikiran ini dijadikan satu dengan salah satu istilah itu.
Gangguan arus pikiran
Gangguan arus pikiran yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang timbul dalam berbagai jenis:
1. Perseverasi: berulang-ulang menceritakan suatu idea, pikiran atau tema secara berlebihan. Seoraqng penulis pernah mendengar seorang pasien berkata,”Nanti besok saya pulang, ya saya sudah kangen rumah, besok saya sudah berada di rumah, sudah makan enak di rumah sendiri, ya pak dokter, satu hari lagi nanti saya sudah bisa tidur di rumah, besok ayah akan datang mengambil saya pulang…”.
2. Asosiasi longgar: mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain, umpama, “saya mau makan. Semua orang dapat berjalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi inkoherensi. Asosiasi yang sabgat longgar dapat silihat dari ucapan seorang penderita seperti berikut ini, “….Saya yang menjalankan mobil kita harus membikin tenaga nuklir dan harus minum es krim…”.
3. Inkoherensi: gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sukar ditangkap atau diikuti maksudnya. Suatu waham yang aneh mungkin diterangkan secara incoherent. Inkoherensi itu boleh dikatakan merupakan asosiasi yang longgar secara ekstrim. Seorang penulis pernah menerima surat antara lain sebagai berikut, “Saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakaian lengkap untuk anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan suami jodohnya yang menyinggung segala percobaan…”.
4. Kecepatan bicra: untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat cepat.
5. Benturan (“blocking”): jalan pikiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan kenapa ia berhenti.
6. Logorea: banya bicara, kata-kata dikeluarkan bertubi-tubi tanpa control mungkin coherent atau incoherent.
7. Pikiran melayang (“flight of ideas”): perubahan yang mendadak lagi cepat dalam pembicaran, sehingga suatu idea yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh idea yang lain. Umpamanya seorang pasien pernah bercerita, “Waktu saya datang ke rumah sakit kakak saya baru mendapat rebewes, lalu untung saya pakai kemeja biru, hingga pak dokter menanyakan bila sudah makan…”.
8. Asosiasi bunyi (“clang association”): mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi, umpamanya pernah didengar, “Saya mau makan di Tarakan, seakan-akan berantakan”.
9. Neologisme: membentuk kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum, misalnya “Saya radiltu semua partimun”.
10. Irelevansi: isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11. Pikiran berputar-putar (”circumstantiality”): menuju secara tidak langsung kepada idea pokok denga menambahakan banyak hal yang remeh-remeh, yang menjemukan, dan yang tidak relevant.
12. Main-main dengan kata-kata: menyajak (membuat sajak) secara tidak wajar. Umpamanya pernah seorang penulis menerima sajak yang antara lain berbunyi:
Wahai jagoku yang tersembunyi
Meskipun kau jago
Tanpa kau hatiku sunyi
Tanpa kau hatiku mewangi
13. Afasi: mungkin sensorik (tidak atau sukar mengerti bicara orang lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar berbicara), sering kedua-duanya sekaligus dan terjadi karena kerusakan otak.

Gangguan isi pikiran: dapat terjadi baik pada isi pikiran non-verbal, maupun pada isi pikiran yang diceritkan, misalnya:
1. Kegembiraan yang luar biasa atau ekstasi (“ectasy”) dapat timbul secara mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan narkosa (anesthesia umum). Boleh juga disebabkan oleh narkotika (“feeling high” atau “fligh” sebagai logat para narkotik) atau kadang-kadang timbul sepintas lalu pada skizofrenia. Semua mengatakan bahwa isi pikiran mereka itu tidak dapat diceritakan.
2. Fantasi: ialah isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata. Fantasi yang kreatif menyiapkan si individu untuk bertindak sesudahnya: fntasi dalam lamunan merupakan pelarian bagi keinginan yang tidak dapat dipenuhi. Pada psedologia fantastika (“psedologia fantastica”) orang itu percaya akan kebenaran fantasinya secara intermittent dan selama jangka waktu yang cukup lama untuk bertindak sesuai dengan itu.
3. Fobi: rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasioanl adanya. Fobi itu dapat mengakibatkan kompulsi, umpamanya fobi kotor atau fobi kuman menimbulkan kompulsi cuci-cuci tangan. Ini perlu dibedakan dari kecemasan yang mengambang (“free-floating anxiety”) atau kecemasan terhadap keadaan umum, nisalnya takut akan jatuh sakit, takut gagal dalam usahanya.
4. Obsesi: isi pikiran yang kukuh (“persistent”) timbul, biarpun tidak dikehendakinya, dan diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
5. Preokupasi: pikiran terpaku hanya pada sebuah idea saja, yang biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yan kuat. Ini belum merupakan, tetapi dapat menjadi obsesi.
6. Pikiran yang tidak memadai (“inadequate”): pikiran yang eksentrik, tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang.
7. Pikiran bubuh diri (“suicidal thoughts/ideation”): mulai dari kadang-kadang memikirkan hal bunuh diri sampai terus-menerus memikirkan cara bagaiman ia dapat membunuh dirinya.
8. Pikiran hubungan (“ideas of reference”): pembicaraan orang lain, benda-benda atau sesuatu kejadian dihubungkannya dengan dirinya.
9. Rasa terasing (alienasi): perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda, asing.
10. Pikiran isolasi social (“social isolation”: rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat; rasa ditolak, tidak disukai oleh orang lain; rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain; lebih suka menyendiri.
11. Pikiran rendah diri: merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.
12. Merasa dirugikan orang lain
13. Merasa dingin dalam bidang seksual
14. Rasa salah
15. Pesimisme
16. Sering curiga
17. Waham
Keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibuktika kemusyahilan hal itu.
18. Kekuatan yang tidak wajar tentang kesehatan fisiknya



















DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press, Surabaya.

Tidak ada komentar: